TNI Aktif Masuk Ranah Politik Sipil Jadi Pj Kepala Daerah, Bolehkah?

EDITOR.ID, Jakarta,- Penunjukkan TNI aktif menjadi penjabat kepala daerah memunculkan kontroversi dan polemik di sejumlah kalangan. Ada beberapa alasan mendasar kenapa pengangkatan TNI banyak disoroti dan menjadi pertanyaan.

Peneliti Utama Public Watch Integrity Edi Winarto mengungkapkan, kendala mendasar penunjukkan TNI aktif dalam jabatan pimpinan daerah atau pimpinan sipil dan politik adalah terletak pada domain hukum.

“Pasalnya, keberadaan kehidupan dan karir prajurit TNI berada dalam domain Undang-Undang Militer yang sangat berbeda jauh aturannya dengan hukum sipil. Dalam hukum militer, pemberian sanksi atas sebuah kesalahan dijatuhkan atasan atau pimpinan, sedangkan dalam hukum sipil bisa dikenakan banyak UU diantaranya UU Pidana, UU Korupsi dan banyak lagi,” ujar Edi Winarto di Jakarta dalam keterangannya.

Dalam hal ini akan membuat aturan hukum yang mengatur pejabat kepala daerah tersebut menjadi dilematis dan akan menimbulkan masalah. Di satu sisi, yang bersangkutan adalah personel TNI yang hanya bisa diproses hukum di peradilan militer. Di sisi yang lain, dia mengisi jabatan sipil.

“Penjabat kepala daerah yang merupakan prajurit TNI aktif hanya akan dapat diproses melalui sistem peradilan militer yang memiliki catatan akuntabilitas dan transparansi ketika terlibat dengan persoalan hukum pidana,” paparnya.

Faktor kedua, tampilnya TNI aktif dalam jabatan sipil akan mengembalikan politik dwifungsi TNI yang sejak reformasi 98, bangsa ini sudah sepakat menghapus Dwi Fungsi ABRI dan mengembalikan TNI sebagai institusi profesional non politik untuk memisahkan kekuasaan sipil dengan ranah TNI atau militer.

Dalam UU Pertahanan Negara, fungsi dan peran TNI sebagai alat pertahanan negara sangat dituntut bersikap profesional dalam menjaga kedaulatan negara dari ancaman pihak negara luar. Sedangkan urusan sipil dan keamanan menjadi domain pemerintahan sipil.

Menurut Edi Winarto, pasal 47 UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 sudah mengatur secara jelas dan gamblang. Bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun.

Sedangkan jabatan yang bisa diduduki oleh prajurit aktif TNI pun dibatasi. Antara lain di kementerian koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.

?Ada peluang TNI aktif masuk ke ranah sipil, lama-lama ditambah, semua bisa masuk. Itu namanya dwifungsi TNI dihidupkan kembali,? ujar Edi Winarto.

Hal ini akan berpotensi mengganggu supremasi sipil dalam iklim demokrasi Indonesia.

Salah satu yang kali ini disoroti adalah penunjukkan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai penjabat (Pj.) Bupati Seram Bagian Barat. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan mendesak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai penjabat (Pj.) Bupati Seram Bagian Barat.

“Akan menjadi konflik hukum dan sarana impunitas bagi prajurit TNI aktif yang menempati jabatan kepala daerah ketika terjadi pelanggaran pidana,” mengutip keterangan resmi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan, Rabu (25/5/2022).

Koalisi menyoroti jika Brigjen Andi Chandra tersangkut kasus hukum. Pasalnya, personel TNI hanya dapat diproses lewat peradilan militer. Koalisi menilai hal ini akan menimbulkan banyak persoalan.

Aturan tentang proses hukum bagi personel TNI tertuang dalam Undang-Undang tentang Peradilan Militer No. 31 tahun 1997.

Koalisi juga memandang penunjukan Kepala BIN Sulawesi Tengah itu sebagai bentuk dari dwifungsi TNI serta pengkhianatan profesionalisme militer.

Oleh sebab itu, koalisi meminta pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo serta Mendagri Tito Karnavian untuk membatalkan dan mencabut penunjukan anggota TNI Aktif sebagai Pj. Bupati.

“[Juga] mendesak negara untuk menegakkan dan menjunjung profesionalisme Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan serta amanat reformasi demi keberlangsungan demokrasi,” tutup keterangan tersebut.

Koalisi masyarakat sipil terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, Imparsial, KontraS, SETARA Institute, PBHI Nasional hingga Amnesty International

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengonfirmasi bahwa Kepala BIN Sulawesi Tengah Brigjen TNI Andi Chandra ditetapkan sebagai penjabat Bupati Seram Bagian Barat. Andi Chandra menggantikan Bupati Yustinus Akerina yang masa jabatannya habis pada Minggu (22/5) lalu.

Andi Chandra sendiri telah buka suara terkait penunjukannya sebagai Pj. Bupati Seram Bagian Berat. Ia mengklaim tak ada pro-kontra terkait penunjukannya tersebut.

“Oh, tidak ada pro dan kontra soal Pj Bupati Seram Barat,” kata Andi Chandra. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: