Prospek Cerah Padi Japonica di Tangan Djoko Ardhityawan

ilustrasi padi japonica

EDITOR.ID, Kediri,- Pada umumnya ilmuwan atau akademisi lebih berkutat dan sibuk ngurusi jurnal ilmiah. Namun jarang dari ilmu yang dimiliki mampu menghasilkan karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat.

Berbeda dengan sosok Djoko Ardhityawan. Ia seorang tenaga pendidik atau dosen sebuah perguruan tinggi. Namun akademisi yang satu ini sangat suka berkiprah dan turun langsung mewujudkan ilmunya.

Djoko Ardhityawan memiliki inovasi dan kreativitas dalam sektor pertanian. Potensi tersebut mengantarkan ia untuk terjun langsung ke lahan persawahan menanam padi jenis Japonica yang sudah dikembangkan di Indonesia sejak 2017 lalu.

djoko ardhityawan
djoko ardhityawan

Djoko memulai upaya tanam padi unggulan di Kediri. Salah satu wilayah lumbung pertanian di Jawa Timur. Tanpa diduga ia bertemu dengan seorang kawan lama di Surabaya yang kebetulan juga memiliki impian senada.

Obrolan mengalir. Mereka saling bertukar pikiran seputar inovasi dunia pertanian khususnya padi. Ada mimpi bersama yang ingin mereka wujudkan.

“Kami sering mengobrol tentang potensi dan inovasi pertanian,” ungkapnya, Minggu (2/1/2022).

Sementara ini ia masih fokus pada pengembangan potensi padi jenis Japonica. Djoko melihat prospek cerah dari bertanam padi jenis ini.

Ia juga berupaya mengembangkan lahan di Kediri dengan pola kemitraan untuk target lahan sekitar 40 sampai 80 hektar dan akan terus dikembangkan di Malang, Mojokerto, Jember dan Banyuwangi.

“Bahkan tidak menutup kemungkinan di seluruh Indonesia untuk tahun ke depan,” tambah Dosen Institut Kyai Haji Abdul Chalim Pacet Mojokerto tersebut.

Padi jenis Japonica memang memiliki beberapa kelebihan. Rasa nasinya sangat pulen, lebih enak dan dapat dibuat sebagai sushi serta kandungan glikemik lebih rendah dari beras jenis Indica. Sehingga beras Japonica baik dikonsumsi untuk mengurangi resiko diabetes.

Namun, kata Djoko, para petani tidak banyak yang tahu sehingga masih ragu untuk menanamnya. Padahal karakter padi Japonica sendiri tidak berbeda jauh dengan padi Indica.

“Sehingga pola tanam dan perawatannya kurang lebih sama dan tidak terlalu sulit bagi petani untuk diterapkan di Indonesia,” kata pemilik PT Amerta Tani Maju yang berdiri sejak 2021 dan bergerak di bidang pertanian, untuk penanaman, pengolahan dan pemupukan lahan. Juga bergerak di bidang pemanenan dan penjualan hasil pertanian tersebut.

Masa tanam padi jenis Japonica bahkan tidak berbeda jauh dengan padi jenis Indica yaitu sekitar 90-115 hari setelah tanam sawah. Potensi hasil panen juga tidak berbeda jauh yaitu sekitar 6-7 ton per hektar. Tetapi Djoko memilih membidik pasar lokal untuk sementara waktu.

“Sementara ini kami hanya membidik pasar lokal dulu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ke depan bila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi tentunya pasar ekspor juga akan menjadi target,” tandasnya.

Padi Japonica adalah padi dengan jenis karakter yang berbeda pada umumnya, padi jenis ini adalah padi yang berasnya biasa dipakai di restoran yang menyajikan makanan khas jepang dengan nasi yang pulen dan tidak lengket sehingga nasi bisa disumpit.

Nasi Japonica, kadang-kadang disebut nasi sinika, adalah salah satu dari dua varietas beras Asia domestik utama. Beras Japonica secara ekstensif dibudidayakan dan dikonsumsi di Cina, Jepang, Korea, dan Taiwan, sedangkan di sebagian besar wilayah lain beras Indica adalah jenis padi yang dominan.

Berawal dari Hobi Sang Ibu Tanaman Hias

Ya, ketertarikan Djoko dalam dunia pertanian dimulai sejak masih kecil. Sang ibu merupakan penggemar tanaman hias.

“Saya sering membantu beliau menanam dan merawat tanamannya,” kenang Djoko.

Pada tahun 2004 di sela-sela kuliah S2, ia kerap melewati pasar bunga di sekitar Bundaran Waru dan Gunungsari Surabaya. Dari kesempatan tersebut, ia sering mampir dan berkenalan dengan pedagang bunga hias.

Tak hanya berkenalan. Djoko lalu mencoba beberapa bunga langka yang masih belum ngetren tapi menurutnya unik seperti jenis anthurium, aglonema dan adenium yang masih kecil untuk ia rawat.

“Tahun 2006 anthurium dan aglonema booming dan waktu itu saya untung besar karena tanaman saya mendapat laba berlipat. Kegemaran bertanam tetap berlanjut sampai sekarang hanya jenis tanaman yang berbeda,” ujar Djoko yang juga pernah mengajar di beberapa universitas ternama di Surabaya.

Optimistis Pertanian Indonesia

Djoko optimistis potensi pertanian padi di Indonesia ke depan akan sangat cerah bila anak-anak muda Indonesia mau kembali ke desa menyumbangkan pemikiran dan tenaga untuk bidang pertanian.

“Karena rata-rata pertanian disini dikerjakan oleh orang-orang tua yang kurang inovasi dan sudah letih untuk belajar,” ujarnya.

Maka, jika generasi muda mau kembali ke desa dan memaksimalkan potensi lahan persawahan, ia yakin dengan teknologi tanam, inovasi bibit, pengembangan pupuk organik serta ketekunan, swasembada beras tidaklah sulit dicapai.

Jika para pemuda tertarik kembali ke desa dan mengolah lahan pertanian melalui inovasi, Djoko yakin Indonesia tidak perlu lagi mengimpor beras.

“Sangatlah banyak alternatif atau ilmu baru dalam pertanian yang bisa didapat dengan mudah lewat internet atau YouTube untuk diterapkan guna meningkatkan hasil pertanian dan secara signifikan tentunya meningkatkan penghasilan,” ungkapnya.

Lulus S2 Universitas Negeri Surabaya tahun 2007 ini juga tengah mengembangkan pupuk organik cair untuk Daerah Pungging Mojokerto sejak tahun 2006. Namun pupuk organik itu memang tidak dijual bebas di pasaran.

“Hanya kami pakai untuk kelompok tani anggota kami saja. Untuk ke depan program pengembangan dan inovasi pupuk organik tersertifikasi sangatlah mungkin menjadi sebuah divisi dalam perusahaan kami,” ujarnya. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: