Personal Branding Dalam Marketing Politik

Drs Suparman MM, MIKom 

Wajah perpolitikan negara Indonesia kini semakin terus berkembang dan inovatif.  Setelah dunia perpolitikan nasional berubah sejak reformasi 1998, sehingga sistem dan suasana juga berubah.

Sistem politik yang lebih demokratis telah menjadikan partai politik harus lebih kreatif untuk mendapat dukungan pemilih. Partai politik harus menjadi partai massa untuk meraih kemenangan. Massa partai atau rakyat menjadi target audience sehingga bagaikan pasar yang harus diperebutkan dan dipersaingkan.

Dengan diberlakukannya sistem proporsional terbuka, bagi kandidat bisa leluasa berjuang dan bersaing secara kompetitif. Dalam kontestasi ini menyebabkan mereka bersaing bukan hanya dengan kandidat yang berasal dari partai lain, tetapi juga dengan kandidat internal. Apalagi nomor urut tidak lagi menjadi patokan karena yang terpilih adalah kandidat yang meraih suara terbanyak.

Sementara bagi semua partai politik peserta pemilu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mematok nilai parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen sebesar 20 persen, menjadikan mereka harus berjuang keras untuk bisa lolos dan menjadi syarat untuk mengikuti pemilu selanjutnya.

Dengan persyaratan itu semua mendorong partai politik dan kandidatnya atau para calegnya untuk melakukan berbagai hal dalam memasarkan dirinya melalui iklan. Meski pemilihan umum baik Presiden, Gubernur, DPRD masih jauh dalam suksesi kita, tetapi akan menyaksikan hutan reklame di berbagai pojok jalan di sana- sini lengkap dengan berbagai polesan kata kata dan atributnya. Misalnya, yang muda yang berkarya, Peduli dan Bersih, Percayakan pada ahlinya dan masih banyak lagi polesan slogan.

Tidak ketinggalan dalam momen momen penting seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal, Hari Pendidikan, Hari Kebangkitan dan lain lain juga tidak luput sebagai ajang untuk menyampaikan pesan yang berlatar belakang politik demi mengusung partai atau tokohnya. Seperti Prabowo Subiyanto lebih menonjolkan partai Gerindra yang rencana pencalonannya sebagai presiden. Begitu juga dengan Ganjar Pranowo capres dari PDI Perjuangan serta Anies Baswedan dari Partai Nasdem.

Guna menyampaikan pesan, gagasan  dan visi, misi serta program para calon harus menggunakan media elektronik seperti televisi dianggap efektif dan efisien dalam berkampanye. Mengapa Jusuf Kalla saat menjabat Wapres dulu menyatakan bahwa Indonesia harus mengembangkan demokrasi yang efisien, aman dan sesuai dengan kultur bangsa dan tidak perlu mengikuti pola demokrasi negara lain. Bahkan mendukung usulan Pakar komunikasi  politik Effendi Gazali, agar media televisi membebaskan para kandidat presiden atau wakil presiden dan kepala daerah dari biaya iklan guna menghemat ongkos pemilihan umum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: