Pagebluk

Wabah penyakit menular COVID-19 seperti yang kita alami saat ini dalam masyarakat Jawa dikenal dengan istilah pagebluk. Bagi masyarakat Jawa, khususnya yang tinggal di sepanjang Pantai Selatan, kerap mengaitkan pagebluk dengan mitos yang biasanya datang dengan sinyal meteor jatuh dari langit atau mitos pantai selatan.

Dalam antropologi, dikenal kajian folklore yang mempelajari kepercayaan masyarakat terhadap suatu wabah penyakit. Manifestasi kepercayaan lantas melahirkan sejumlah ritual untuk mengusir atau menangkal wabah tersebut.

Penulis hanya ingin memaparkan bahwa ada kesamaan perilaku dan peristiwa dalam sejarah masa lalu dan masa sekarang.

Pertama, masa wabah atau Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini ternyata bukan peristiwa pertama. Dimasa lalu, masyarakat pernah mengalami hal yang sama yakni wabah penyakit atau pandemi. Hanya saja nama penyakit dan penyebabnya berbeda. Virusnya berbeda dan gejalanya berbeda.

Kedua, antara perilaku untuk mencegah meluasnya wabah Covid dengan jaman Pagebluk ternyata punya kesamaan yakni pola mencegahnya dengan memerintahkan orang tidak boleh keluar rumah atau di rumah saja.

Kemudian filosofi kentongan itu sangat dalam sekali. Kentongan ini menjadi alat deterent effect bagia masyarakat ketika wabah mencapai puncaknya yakni untuk memberikan rasa takut dan hati-hati kepada masyarakat agar bisa disiplin menjaga diri dari ancaman wabah.

Di era sekarang kentongan ini adalah sebagai simbol. Artinya, peran kentongan digantikan oleh peran media sosial. Jika masyarakat jaman dulu untuk mengingatkan tetangga atau warga dalam satu desa dengan menggunakan alat kentongan yang dipukulkan, agar warga segera waspada akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dan menyiapkan diri untuk melakukan pencegahan.

Kini untuk memberitahu kepada keluarga, tetangga, atau warga satu kampung cukup menyebarkan peringatan melalui media sosial, seperti WA, twitter, FB dan instagram.

Yang ketiga adalah peran tokoh agama dan tokoh masyarakat. Peran tokoh agama dan tokoh masyarakat di negeri ini, belum jalan atau optimal, ketika warga dilanda wabah atau Pandemi Covid.

Seyogyanya, para tokoh masyarakat dan agama mengajak umat terus menjaga kedisiplinan Protokol Kesehatan, yakni menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (social distancing)

Ditambah lagi pesan-pesan kepada masyarakat untuk mencoba mencari cara mencegah dari penularan virus dengan cara alternatif. Ketiadaan vaksin yang mengobati seseorang yang terpapar virus bukan lantas kita memasrahkan diri kita dengan takdir kena penyakit, kena virus dan meninggal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: