Merasa ‘Dicovidkan’ Rumah Sakit, Ini Tanggapan Ketua Satgas IDI

Ilustrasi Hasil Tes PCR (pixabay.com)

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban mengunggah tanggapannya di twitter terkait tuduhan netizen soal ‘dicovidkan’ rumah sakit pada Senin (21/2/2022)

Prof. Zubairi melalui akun twitternya @ProfesorZubairi megatakan heran dengan tuduhan dicovidkan oleh rumah sakit.

“Heran, masih ada saja orang yang asal tuduh dicovidkan oleh rumah sakit,” Tulis Ketua Satgas Covid-19 IDI sebagaimana dikutip Editor dari akun twitter @ProfesorZubairi

“Padahal rapid antigen ulang dan PCR merupakan prosedur lumrah dengan mempertimbangkan kondisi pasien batuk, sesak, hipertensi, dan asma,” tambah Prof. Zubairi dengan menyematkan hasil tangkapan layar unggahan netizen yang mengaku harus mau dicovidkan.

Prof. Zubairi juga menyampaikan bahwa meskipun hasil swab rapid antigen diawal negatif tetap harus tes kembali setelah lima hari karena memungkinkan virus bertambah banyak dan baru terdeteksi.

“Meski hasil swab rapid antigen di awal negatif ya harus dites kembali. Apalagi sudah lima hari. Baik itu tes antigen maupun PCR. Perjalanan sakitnya pun punya beberapa gejala Covid-19 dan sudah berusia satu minggu?yang memungkinkan virus bertambah banyak dan baru terdeteksi,” paparnya.

Menurut Prof. Zubairi kasus tersebut memang sering ditemukan dan membutuhkan pemeriksaan ulang sehingga pasien mendapatkan penanganan yang tepat.

“Kasus seperti itu memang sering ditemukan. Makanya diperlukan pemeriksaan ulang untuk memastikan. Sehingga pasien mendapat penanganan sesuai dengan jenis sakit dan kebutuhan pengobatannya,” tambah Prof. Zubairi.

Ketua Satgas Covid-19 IDI tersebut pun turut menyampaikan bahwa pemeriksaan ulang tersebut adalah untuk menghindari pencampuran antara pasien Covid-19 dengan Noncovid-19.

“Saya rasa itu clear. Pemeriksaan ulang itu adalah untuk memastikan lagi dan mencegah pasien Covid-19 bercampur dengan nonCovid-19,” jelasnya.

Terakhir dalam cuitan twitternya, Prof. Zubairi menyampaikan bahwa prosedur tersebut bukan meng-covidkan pasien.

Namun merupakan standar emas dalam diagnosis Covid-19 adalah PCR yang akurasinya paling tinggi.

“Bukan berarti prosedur itu mengcovidkan pasien. Notabene, standar emas diagnosis Covid-19 ya PCR, yang akurasinya paling tinggi. Ini menjadi acuan,” pungkasnya. (Ul)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: