Ketika Walikota Surabaya Diancam Akan Dibunuh

EDITOR.ID, Surabaya,- Menjadi pejabat pemerintah yang berusaha bekerja lurus dan tidak berkompromi dengan mafia proyek bukan perkara mudah. Dibutuhkan mental sebagai petarung dan pemberani. Kisah inilah yang tidak banyak tahu dialami Walikota Surabaya Tri Rismaharini.

Walikota perempuan pertama di Kota Pahlawan ini pernah punya pengalaman mendebarkan. Bu Risma, sapaan akrab Walikota Surabaya ini menceritakan kisahnya ketika masih menjabat sebagai Kepala Bagian (Kabag) Bina Pembangunan Kota Surabaya sekitar tahun 2002. Ia pernah mendapat ancaman pembunuhan.

Saat itu, Risma menggagas sistem daring untuk pengadaan atau e-procurement. Sistem ini untuk memudahkan kinerja monitoring pelaksanaan kegiatan pembangunan melalui proyek-proyek yang ada.

Ancaman pembunuhan itu disadari Risma ketika secara mendadak ada truk yang melaju kencang menuju arahnya. Beruntung, Risma refleks menghindar dan melompat ke samping tempatnya berdiri, sampai akhirnya bagian kepalanya membentur aspal.

Ancaman itu terus berlanjut, sampai-sampai Risma sempat menitipkan anaknya yang masih usia sekolah ke gurunya. Bahkan, ada ular yang masuk ke rumahnya saat dia masih kerja. Kemudian ular tersebut diusir oleh anaknya yang kedua.

“Anak saya nomor dua itu indigo. Jelang Maghrib ada ular, ‘dibilangin’ itu bukan mamaku itu, kamu pulang aja. Balik ularnya, itu kata dia,” katanya di Surabaya, Sabtu (7/3/2020)

Kejadian tersebut dilewati oleh wali kota perempuan di Surabaya ini secara perlahan. Ia menegaskan, ancaman dan tantangan harus dihadapi. “Jangan takut melampauinya,” kata dia.

Terlebih, katanya, banyak yang bisa dilakukan oleh perempuan. Pesan dia, anggapan perempuan itu lemah harus dipangkas.

“Kita harus berani ambil sikap. Kita masih bisa. Itu pengalaman saya,” aku perempuan yang rajin blusukan menolong warga tak mampu ini.

Kisah ini dipaparkan Bu Risma menjelang Peringatan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berbagi kisah inspiratif menghadapi beragam tantangan selama berkarier. Ia mengatakan, kunci melalui semua itu adalah berani bersikap meskipun dalam situasi terancam.

Risma menceritakan pengalamannya saat menyeberangi laut menggunakan perahu. Saat itu, Risma yang sedang bertugas ke Pulau Sabang berniat menyeberang ke Banda Aceh.

Sewaktu akan kembali, ternyata tidak ada kapal besar. Padahal dia sedang terburu-terburu mengejar jadwal penerbangan pesawat di bandara.

“Saat di Pulau Sabang, Aceh itu, saya ngejar tiket pesawat, tidak ada kapal besar, saya pakai perahu,” kata ibu yang dikenal bicara ceplas ceplos khas Suroboyoan ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: