Ketika Konsep Milk al-Yamin Jadi Disertasi, Muncullah Teror

Namun dalam konsepnya, Syahrur memiliki penafsiran berbeda mengenai konsep milk al-yamin. Menurut Syahrur, bukan hanya budak yang boleh dikawini, tapi juga mereka yang diikat dengan kontrak hubungan seksual. Pandangan Syahrur itulah yang dikaji Abdul Aziz.

Penafsiran Syahrur yang dikaji Abdul Aziz ini ternyata menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Untuk mengakhiri polemik, Abdul akhirnya meminta maaf kepada umat Islam dan berjanji akan mengubah isi dan judul disertasinya tersebut.

“Termasuk (saya akan) mengubah judul menjadi ‘Problematika Konsep Milk al-Yamin dalam Pemikiran Muhammad Syahrur’,” lanjut dosen asal Pekalongan, Jawa Tengah, itu.

Abdul Aziz

Aziz pun berjanji juga akan menghilangkan beberapa bagian isi disertasi yang menimbulkan kontroversial.

Kemudian Aziz juga diminta memperluas kajiannya pada bagian kritik kepada Syahrur. Dia diminta lebih memunculkan subjektivitas Syahrur dalam membuat pandangan tersebut.

“Sebetulnya saya sudah melakukan kritik dari segi gender dan bahasa, tapi diminta agar diperluas. Mengapa Syahrur berpendapat seperti itu. Supaya subjektivitas Syahrur diperluas,” kata Aziz.

Aziz mengatakan revisi tersebut bukan serta merta akibat pro dan kontra belakangan. Permintaan revisi tersebut sudah disampaikan penguji saat sidang disertasi.

Permintaan maaf itu, kata dia, dilandasi oleh tanggung jawab moral kepada publik. “Demi kebaikan bersama supaya enggak bikin gaduh,” kata dia.

Disertasi yang ditulis Abdul Aziz memang menimbulkan reaksi keras dari sejumlah pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan MUI terang-terangan mengkritik institusi UIN Sunan Kalijaga, yang meloloskan disertasi kontroversial tersebut.

Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Noorhaidi Hasan menanggapi santai kritik dari MUI. Menurutnya, disertasi yang ditulis Abdul Aziz adalah kajian akademis biasa, bukan fatwa hukum yang mengikat seluruh umat Islam.

“Disertasi (Abdul Aziz) memang nggak ada fatwanya. Ini hanya kajian akademis, menjelaskan what, how and why, itu saja. Nggak ada (fatwa),” jelas Noorhaidi kepada wartawan di aula Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Selasa (3/9/2019).

Noorhaidi menjelaskan tidak ada keharusan mengikuti sebuah kajian disertasi. Sebab, disertasi Abdul Aziz hanya menjelaskan teoretis mengenai satu persoalan, dalam hal ini pemikiran Muhammad Syahrur, bukan memutuskan suatu fatwa.

“Orang nggak usah ikut disertasi nggak apa-apa kok, itu cuma penjelasan teoritis mengenai satu persoalan. Jadi sama sekali jauh dari fatwa. Bahwa kalau Mas Aziz pengin jadi mufti, ya nggak apa-apa, tapi nanti setelah ijazah dapat,” ucapnya lalu tertawa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: