Kerajaan Agung Sejagat, Cara Totok Menipu Masyarakat

Selain itu, pendiri Kerajaan Agung Sejagat juga mencampur konteks sejarah dan budaya sebagai bungkus untuk menarik pengikut.

Persisnya, bisa dikatakan, mereka menggunakan keagungan sejarah untuk menipu masyarakat yang masih berada dalam sistem sosial feodal ataupun setengah feodal.

Ditambah lagi konteks supranatural saat mereka mengklaim sebagai penerus dinasti kerajaan Majapahit dan menjadi pemilik kekuasaan tertinggi di dunia.

Sementara itu, lanjut Rissalwan, pola yang dilakukan KAS serupa dengan pendiri aliran kepercayaan baru yang sempat menghebohkan Indonesia seperti kelompok Lia Eden dan Gafatar. Dua kelompok tersebut bahkan sempat memiliki ribuan pengikut.

Namun, yang membedakan kelompok Totok dengan pendahulunya adalah tidak mengklaim unsur agama. KAS menggunakan metode formal seperti pembentukan kerajaan, keraton atau sebuah negara baru.

Memanipulasi Sejarah

Staf khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo mengatakan, munculnya KAS di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo, Jawa Tengah sebagai ajaran tak lazim.

Menurutnya, klaim Totok dan Dyah Gitarja sebagai raja dan permaisuri di keraton itu telah menyimpang dari sejarah.

Keduanya mengklaim KAS muncul sebagai perwujudan perjanjian 500 tahun lalu yang dibuat antara Kerajaan Majapahit dan Portugis.

Perjanjian itu disebut Totok dibuat pada masa berakhirnya Kerajaan Majapahit tahun 1518. Padahal, berdasarkan catatan sejarah, Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478.

“Sejarah klaim mereka kan tidak pernah berdasarkan fakta dan data, itu kan hanya mitos. Tidak ada sejarah bahwa ada perjanjian Majapahit dengan Portugis itu dari mana klaimnya? kan enggak masuk akal,” kata Romo Benny kepada Suara.com, Rabu (15/1/2020).

Romo Benny juga menampik anggapan KAS adalah bentuk kebebasan berekspresi karena sudah menimbulkan keresahan masyarakat dan terbukti dalam proses pemeriksaan kepolisian merupakan tindak pidana penipuan.

“Kebebasan itu kan juga harus dibatasi dong, kalau meresahkan bukan berarti bebas sebebas-bebasnya,” ucapnya.

Menurut dia fenomena seperti itu bukan pertama kali terjadi di Indonesia yang ternyata ketika diselidiki hanya kedok untuk melakukan penipuan terhadap pengikutnya. Keberadaan kelompok seperti KAS itu tidak boleh dibiarkan, karena merugiakan masyarakat.

“Sebab kalau tidak kritis kemudian itu dibesarkan orang, kita kan gampang dapat mimpi, kan ini ilusi, sesuatu yang ilusi kalau dipercaya kan bahaya, kan banyak juga kasus seperti ini ternyata kedoknya penipuan. Ingat kasus dulu di Probolinggo, di Jogja, pengumpulan dana, uang, jadi harus lihat motifnya. Itu penting,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: