Kegaduhan Akhir-Akhir ini Karena Tim Intelijen Kita Lemah

“Naluri Inteligen itu harus diasah. Saya berharap Presiden sudah paham dan juga bisa merasakan bahwa tanpa kemampuan unit intelijen yang kuat bisa mengancam stabilitas keamanan negara,” ujar Suhendra Hadikuntono.

Suhendra berharap kerjasama di sektor intelejen Indonesia berjalan lebih simultan dalam mendeteksi potensi gangguan ketertiban.

Artinya, kata dia, ini membutuhkan perhatian lebih dari setiap komponen dan elemen bangsa. “Semua sebaiknya selalu berjalan di bawah BIN (Badan Intelijen Negara), sehingga bersama bisa mengawasi agar tanda-tanda rusuh tak muncul,” kata dia.

Sementara itu pengamat Sosial Politik Rudi S Kamri mengatakan kegaduhan yang terjadi selama ini ada tujuan khusus dari kelompok tertentu seperti mafia migas, kelompok bekas order baru dan lain sebagai berupaya melengserkan Jokowi dengan memanfaatkan letupan-letupan kecil ini.

“Saya menyarankan kepada Presiden agar membentuk tim untuk menyusun pasal-pasal ini untuk mendapatkan gambaran besar, sehingga presiden memperoleh gambaran utuh atas kasus dan kegaduhan yang terjadi akhir-akhir ini. Beruntungnya, para pengawal Jokowi cukup kuat mengawal pemerintahan ini, sehingga sampai saat ini pemerintah Jokowi masih aman terkendali,” jelas Rudi S Kamri.

Hal senada juga disampaikan Pengamat Ekonomi Politik Christianto Wibisono. Ia mengatakan ada persengkokolan para elit dan politisi yang men-design aksi-aksi ini untuk mengulang kembali sejarah kelam masa lalu bangsa ini, rincinya sejarah 1966 dan 1968.

Menurutnya, skenario ini persis adalah daur ulang mirip penolakan laporan pertanggung jawaban Habibie yang berdampak pengunduran diri Habibie.

“Seperti penolakan BEM atas gesture Presiden menerima di Istana, Persis seperti kala Mayjen Soeharto menolak Presiden Sukarno ke Halim 1 Oktober 1965,” jelas Christianto.

Seminar “Muara Unjuk Rasa: NKRI Mau Dibawa Ke Mana?” bertempat di Balai Sarwono, Jl. Madrasah No. 14, Kemang, Jakarta Selatan, Kamis, (3/10/2019) (FOTO: MUHAMMAD RIDWAN/ EDITOR.ID)

Sementara itu, Pengamat Pertahanan dan Militer, Connie Rahakundini mengatakan aksi-aksi selama ini merupakan wujud dari perang masa depan yakni peran media sosial. Maka dari itu, untuk menyelesaikannya tidak bisa dengan cara turun ke jalan.

Pemerintah, terutama TNI, harus membuat strategi dengan mengalokasikan anggaran besar dalam mengantisiapsi perang masa depan atau peran modern seperti yang terjadi beberapa pekan terakhir”

“Ancaman terbesar dari bangsa ini adalah mis-informastion dan propaganda sosial media. Sosial media itu paling berbahaya,” papar Connie Rahakundini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: