Kaukus Perempuan Merdeka Serukan Politik Kebangsaan (Kerakyatan) Sebagai Strategi Pembangunan Nasional

kaukus perempuan merdeka serukan politik kebangsaan sebagai strategi pembangunan nasional

EDITOR.ID, Focus Grup Discussion (FGD ) yang diselenggarakan oleh Kaukus Perempuan Merdeka (KPM) pada tanggal 23 Desember 2021 pukul 15.30 sampai 17.30 Wib secara virtual bertemakan Peran dan Kewajiban Perempuan Memimpin ?Politik Kebangsaan? (Kerakyatan) Sebagai Strategi Pembangunan Nasional.

FGD Kaukus Perempuan Merdeka (KPM) dilaksanakan dalam memperingati Hari Ibu yang secara Nasional setiap tahunnya. Dalam kegiatan FGD dihadir oleh 42 orang yang berasal dar latar belakang organisasi yang berbeda yaitu Mitho Kelibay selaku Ketua DPD Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku, Nia Sjarifudin selaku Ketua Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Arum selaku Presidum Koalisi Perempuan Indonesia, Institute Sarinah, ENRISE (Energy dan Natural Resources Institute, Institute for Socio-Economic and Digital (ISED), DPC GMNI Nusa Tenggara Timur, DPC GMNI Ambon, DPK GMNI Universitas Nasional, DPK GMNI Tama Jagakarsa, Dea Prakasa Yoedha selaku jurnalis senior di Kompas, Suryokoco Suryoputra selaku direktur TV Desa, Profesor Nanang T Puspito di Institut Teknologi Bandung (ITB),Seknas Gerakan Pemersatu Bangsa, dan Faurzan Itong Jaya dari Sekarnadi Jember

Melda Imanuela selaku Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM) mengatakan Hari Ibu yang dirayakan setiap tahunnya bukanlah peringatan Mother Day pada hari Minggu di minggu kedua bulan Mei.

Sejarah Ibu setiap tanggal 22 Desember tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Kongres Perempuan Indonesia I tahun 1928. Kongres tersebut menjadi tonggak kesadaran gerakan kaum perempuan Indonesia dalam ikut serta berjuang melawan penjajahan di bumi nusantara demi perubahan nasib yang lebih baik.

Saat ini perjuangan kaum perempuan Indonesia belum berhenti, meskipun kaum perenpuan telah menorah prestasinya. Soekarno memiliki peranan penting dalam peringatan Hari Ibu yang diperingati selaras dengan bukunya yang berjudul ?Sarinah: kewadjiban wanita dalam perdjoangan Republik Indonesia? terbit pada tahun 1947.

Pemikiran Soekarano yang tertuang dalam buku Sarinah yang gagasan utamanya gerakan perempuan yang tidak berorientasi kesamaan seperti laki-laki dan perempuan , tapi bersama-sama mewujudkan keadilan kesejahteraan sosial.Pemikiran Soekarno masi relevan dengan jaman sekarang.

Peran dan tanggung jawab perempuan dalam kebangunan di Indonesia. Dimana gerakan perempuan Indonesia menginiasi bukan hanya sebatas memikirkan haknya sebagai perempuan melainkan persoalan-persoalan kebangsan dimulai dengan menculnya UU KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), UU Pemilu No 22 Tahun 2007 yang memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30 persen tujuangnya perempuan menduduki posisi strategis dalam pengambilan kebijakan yang berspektif pada perempuan di lembaga negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan direvisi dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 yang dalan aturanbarus menyebut bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik perempuan maupun laki-laki, Permendikbud Ristek 30 tahun 2021 tentang peraturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dan masih banyak kebijakan yang sudah diinisasi dari gerakan perempuan untuk Indonesia meskipun masih ada RUU yang masih diperjuangkan RUU TPKS dan RUU PPRT.

Narasumber yang hadir ada 4 (empat) orang yaitu Eva Kusuma Sundari selaku Direktur Institute Sarinah, Sri Adiningsih selaku Founder Institute for Socio-Economic and Digital (ISED), Wahyuni Refi selaku TGUPP DKI Jakarta dan Direktur ENRISE (Energy dan Natural Resources Institute), dan Yenny Sutjipto selaku Tim Staf Keprisidenan RI.

Eva Kusuma Sundari (Direktur Institute Sarinah) mengatakan bahwa Gerakan Perempuan menurut Soekarno dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu:

1.Gerakan Keputrian,
2.Gerakan Emansipasi
3.Gerakan Sosialisme.

Demikian halnya, Perempuan di Era Sukarno Pasca Kolonial yaitu:
1.Menjadi Ibu Bangsa dimana keterlibatab perenpuan di ruang public/proyek nasional adalah merawat dan membangun,
2.Menjadi sukarelawati (sukwati),
3.Pembentukan Bantuan Bencana Alam oleh sukwati dengab gotong royong.

Syarat-syarat menuju Sosialisme Indonesia (Sarinah):

-Kepemilikan terhadap pabrik-pabrik atau alat produksi secara kolektif;
-Industrialisme yang kolektif;
-Produksi yang kolektif
-Dan distribusi yang kolektif.

Eva menyebutkan tentang Falsafat Trisakti yang Soekarno katakan bahwa kemerdekaan yang sempurna adalah berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Kesalahpaman pemehaman Hari Ibu tanggal 22 desember 2021 harus segera diperbaiki sehingga perlu adanya usulan kepada Pemerintah Indonesia untuk mengubah nama Hari Ibu menjadi hari perjuangan Ibu tanpa menghilangkan konsep pemikiran Soekarno tentang Ibu Bangsa. yang termaktub dalam Pancasila, Tri Sila dan Ekasila yakni gotong royong.

Wahyuni Refi (TGUPP DKI Jakarta & Direktur ENRIS /Energy dan Natural Resources Institute) menyampaikan bahwa Perempuan bukan hanya Guru menjadi panutan dan mendidik tapi memiliki peranan penting dalam keseluruhan dari Bangsa Indonesia, dia juga merupakam pelaku, perancang dan pejuang yang dapat turn langsung di setiap medan perjuangan.

Perempuan merupakan symbol dari Negara / tanah air/Ibu Pertiwi. Keseluruhan Sumber Daya Alam yang terkandung pada bumi Ibu Perrtiwi merupakan konsekuensi hak dan kewajiban bagi perempuan untuk melindunginya, dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan keberlanjutan generasi yang akan datang.

Sikap tanggap kritis perempuan terhadap ekonomi, sosial, politik dan budaya dapat memberikan perspektif pembangunan yang beradap terhadap mahluk bumi maupun alam lingkungan hidup.

Ideologi ekonomi Indonesia tercantum pada pasal 33 UUD 1945 bahwasannya kuasa dan penguasaan Negara pada sumber daya alam untuk kesejahteraan sosial.

Tiga aktor yang berperan dalam pembangunan kesejahteraan sosial yaitu Negara, Swasta dan Masyarakat.

Ketiga hal ini bagaimana bisa berkolaborasi meenumbuhkan dan menguatkan kesadaran ekologi pada ruang-ruang domestik dan publik perempuan .

Keadilan ekologis sama halnya dengan kesejahteraan sosial yang didalamnya menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia. Ecofemenism lahir didasar atas sebuah kondisi dimana bumi yang merupakan personifikasi ?ibu/motherland? yang telah dieksploitasi, dijarah dan dirusak oleh sistem pembangunanisme.

Sehingga Ecofemenism menjawab kebutuhan penyelamatan bumi oleh perempuan yang selama ini given memiliki pengetahuan untuk melestarikan lingkungan hidup dan mengelola keberlanjutan sumber daya alam.

Contoh perjuangan perempuan dalam menjaga Sumber Daya alam tanpa kekerasan diantaranya , Chipko Movement dalam Gerakan Memeluk Alam, Mama Aleta dalam Gerakan Menenun di Kawasan Tambang, dan Srikandi Kendeng dalam Aksi Cor Kaki Penolakan Pabrik Semen.

Sri Adiningsih (Founder Institute for Socio-Economic and Digital /ISED) memaparkan tentang Perempuan, Ekonomi, Pendidikan dan Digitalisi, didalamnya menyampaikan data-data yakni:

-Jumlah penduduk laki-laki di Indonesia hasil penduduk laki-laki di hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan sebanyak 136,66 juta orang atau 50,58% dari penduduk Indonesia. Sedangkan jumlah penduduk perempuan di Indonesia hasil Sensus Penduduk 2020 sebanyak 133,54 juta orang atau 49,42% dari penduduk Indonesia;

-Data menurutKementrian PPPA RI menunjukkan Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia tahun 2010-2020 merupakan rasio antara IPM Perempuan dan IPM Laki-laki semakinn mendekati 100 semakin kecil kesenjangan Pembangunan manusia;

-Data Kementrian PPPA RI tentang Pendidikan dan Tenaga Kerja menunjukkan:

1) Pendidikan bahwa laki-laki masih lebih tinggi dibandingkan perempuan;
2) Partisipasi Angkatan Kerja juga menunjukkan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan;
3) Presentase Penduduk Bekerja menurut pekerjaan utama (BPS, 2021) menunjukkan bahwa Pekerja Perempuan terbanyak di Tenaga Usaha Penjualan dan Tenaga Usaha Jasa

Sri Adiningsih juga menyampaikan Revolusi Industri Pertama hingga Keempat (World Economic Forum), dampak Revolusi Industri 4.0 termasuk:
1)menemukan efisiensi dan cara baru disetiap value chain,
2)disrupsi di berbagai industri terutama yang bertemakan sharing economy,
3)lebih mudah dan cepat untuk mendapatkan informasi, 4) terjadinya shifting di lapangan pekerjaan, dan
4)hilangnya privasi. Apalagi memasuki society 5.0 menujukkan super smart society dimana industri mulai masuk ke disrupsi dan pada akhirnya semua akan digitalisasi.

Perempuan di bidang ekonomi dan manajemen di Indonesia menunjukkan bahwa perempuan pemimpin di startup yaitu Hanifah Ambadar Forum Kecantikan (Female Daily), Diajeng Lestari-Ecommerce Fashion Muslim (Hijup), Cynthia Tenggara-cathering online (Berrykitchen), Alamanda Shantika-Pelatihan Digital (Binar Academy), Shinta Nurfauziah-makanan sehat (lemonilo), Nabilah Alsagoff-Payment (doku), Veronika Linardi dengan Qerja, Fransiska Hadiwidjana-Jual Beli barang bekas (prelo), dan Leonka Sari-App donor darah (Rebload).

Selain itu, perempuan dibidang kewirausahaan/entrepreunership menurut data Women will research 2020 dan market menunjukkan perempuan Indonesia sangat mudah menerima pembelajaran online yaitu 83% perempuan tertarik belajar online dan 5,5 jam waktu dihabiskan untuk online per hari.

Hal inni juga menunjukkan stratup dan motivasi, perempuan Indonesia lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Sehingga adanya kebutuhan untuk Upskilking dan Reskilling. Data Kementrian PPPA menujukkan penduduk yang lulus dari Pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Teknik dan Matematika perbandinggan 63% laki-laki dan 37% perempuan (Unesco dalam ILO, juni 2020).

Sri Adiningsih mengatakan bahwa peranan perempuan Indonesia strategis dan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan, keadilan sosial dan kemajuan bangsa di jaman digital.

Perempuan memiliki peran yang sangat vital dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam dunia yang tengah berubah menuju era new normal dan digital baik sebagai ibu atribut lainnya yang diembannya.

Maka pemerintah mulai meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk perempuan perlu dukungan semua pihak, khususnya perempuan dalam transformasi di semua aspek kehidupan.

Yenny Sutjipto (Tim Staff Kepresidenan RI) mengatakan pemikiran Soekarno yang tertuang dalam Buku Sarinah didalamnya tersirat tentang persoalan perempuan dan pergerakan perempuan dan porsinya.

Pemikiran Soekarno dalam buku Sarinah masih relevan pemilikan dalam implentasinya selama masih terjadi 5 (lima) ketidakadilan terhadap perempuan yaitu:

1) subordinasi atau menomorduakan perempuan;
2) stigma negatif yang melekat (sterotype);
3) perlakuan tindak kekerasan;
4) beban ganda yang dipaksa;
5) Marginalisasi terhadap perempuan.

Selain itu, Buku Sarinah mengandung nilai-nilai pemberdayaan berbasis feminisme khas Soekarno ada 8 (delapan) hal yaitu:

(1)anti penindasan,
(2)adil,
(3)menjunjung kesetaraan,
(4)berpikir terbuka,
(5)koreksi diri,
(6)percaya diri,
(7)memahami orang lain,
(8)bekerjasama.

Menelisik kembali dalam Buku Sarinah ada 3 (tiga) hal yang dibahas antara lain:
(1)kodrat,
(2)harmoni diantara laki-laki dan perempuan yang saling menguatkan dengan analoginya Soekarno ibarat dua sayap seekor burung,
(3)perjuangan pergerakkan perempuan Indonesia dalam persoalan kebangsaan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Yenny menyampaikan 5 (lima) ketidakadilan gender sebagai pisau analisa dalam suatu kebijakan pemerintah yang dibuat sudah berpihak terhadap perempuan.

Hal ini menjadi gerakan perempuan Indonesia untuk memperjuangkan Hak Asasi Perempuan dalam segala aspek kehidupannya. Karena kebijakan sejatinya berpihak pada masyarakat termasuk perempuan.

Adanya kebijakan pemerintah yang melanggengkan 5 (lima) ketiadakadilan tersebut, misalnya produk kebijakan di Aceh yang melarang perempuan ngangkang dan perda-perda yang diskriminasi.

Oleh karena itu harus dibenahi mulai dari sisitemnya, kelembagaan, Sumber Daya Manusia (SDM) dan keorganisasian dalam hal ini payung hukum dan turunan-turannya terkait akan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki.

Gerakan perempuan harus mewarnai kebijakan yang dibuat pemerintah tujuannya mempersiapkan generasi penerus mulai berkontribusi dalam asppel pendidikan, aspek kesehatan misalnya stunting, aspek lingkungan alam dan lainnya.

Kebijakan adalah ruang yang seharusnya diisi oleh mereka yang paham terhadap pandangan hidup Indonesia yaitu Pancasila, kenyataanya selama ini masih banyak diisi oleh mereka yang belum memahaminya, Apalagi Pancasila yang dipahami akibat desukarnoisasi. .

Nia Sjarifudin selaku Ketua Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) meyampaikan sikap basis nasionalis dalam praktek terhadappandangan kebangsaan (kerakyatan) sebagai strategi pembangunan di Indonesia.

Meskipun stigmatisasi tentang PKI dan lainnya tetap harus bergerak untuk mendobraknya. Selain itu menjadi penting yaitu RUU Tindakan Penghapusan Kekerasan Seksual (TPKS) dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) untuk segera disahkan ini sebagai reposisi sekarang dan dimasukkan kedepan.

Darurat kekerasan seksual di Indonesia dimana makin banyaknya korban kekerasan seksual terjadi.

Apalagi Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 langkah awal menciptakan kampus merdeka tanpa kekerasan seksual. RUU TPKS menyoal bahwa kekerasan seksual merupakan hal yang fundamentalis.

Menyoal kekerasan seksual itu menyangkut tanggung jawab Negara dalam melindungi warga negaranya. Jadi jika terjadi penolakan dari pihak-pihak tertentu termasuk legislatif atau fraksi partai merupakan kemunduran peradaban. Kebijakan penghapusan kekerasan seksual menciptakan ruang aman bagi perempuan dan anak baik di ruang privat, publik dan institusi Negara.

Dea Prakasa Yoedha selaku jurnalis senior di Kompas dan pendiri Aliansi Jurnalis Inpenden (AJI) mengatakan bahwa penting untuk kembali meluruskan Hari Ibu sebagai momentum mengingat pergerakkkan perempuan Indonesia.

Apalagi kalau menelisik sejarah 28 Oktober 1928 yang diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Sumpah Pemuda. Usulan perubahan hari sumpah pemuda tersebut apalagi pada tahun 1927 terbentuk Perhimpunan Istri Sedar yang menandai bahwa gerakan perempuan sudah mulai lebih dahulu.

Profesor Nanang T Puspito di Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan kekerasan seksual adalah persoalan bersama sehingga bersama-sama berjuang antara laki-laki dan perempuan. Sehingga kekerasan seksual tidak hanya dibahas oleh kaum perempuan tetapi juga melibatkan kaum laki-laki.

Hasil FDG tersebut menghasilkan agenda bersama yaitu:

(1)mengusulkan perubahan nama Hari Ibu menjadi Hari perjuangan Ibu,
(2)mendesak Negara untuk menuntaskan kasus kekerasan seksual pada perempuan dana anak,
(3)Mendukung pengesahan RUU TPKS dan RUU PPRT di tahun 2022,
(4)menolak peratura-peraturan yang diskrimintatif,
(5)mengusulkan pandangan politik kebangsaan (kerakyatan) sebagai strategi pembangunan nasional dan menangkal ancaman ideolog transnasional,
(6)peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk perempuan tentang akses pemodalan dan literasi digital dalam ekonomi,
(7)mendesak pemerintah untuk memulihkan lingkungan secara serius demi mencegah terjadinya bencana alam di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: