Gus Firjaun, Glory of The Shiddiq Family?

Oleh: Achmad Said

Penulis Adalah Penggiat Tadarrus Politik Jember

Img 20210103 175903
Photo Achmad Said

PASCA wafatnya KH Yusuf Muhammad dan KH Nadzir Muhammad, The Shiddiq Family atau Bani Shiddiq, seakan meredup. Hingar bingar dunia politik nasional, sejak Nahdlatul Ulama (NU) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdiri, selalu menampilkan anak keturunan KH Muhammad Shiddiq sebagai pelakunya, ulama asli Lasem Rembang Jawa Tengah.

Dalam waktu 10 tahun lebih, panggung politik nasional dan regional menjauh dari keluarga politisi kiai ini. Di tingkat lokal, memang masih ada, KH Afton Ilman Huda dan KH Madini Faruoq pada pentas politik lokal Jember. Namun, kasus korupsi yang menjeratnya, memukul balik kharisma politik Bani Shiddiq yang moncer selama ini. Ini masa ujian terberat yang harus dilalui menuju Glory of The Shiddiq Family (kemenangan Bani Shiddiq) pada Rabu, 9 Desember 2020 lalu.

KH Muhammad Balya Firjaun Barlaman bersama Ir H Hendy Siswanto, memenangkan Pilkada Jember 2020 dengan suara 489 ribu lebih. Bagi Bani Shiddiq, sebuah kemenangan yang ditunggu-tunggu semenjak 1955.

Gus Firjaun, panggillan akrabnya, membayar lunas kekalahan demi kekalahan dua kali pemilihan bupati melalui DPRD.

M Khusna Amal, mengungkapkan kekalahan KH Achmad Shiddiq atas Bupati Soedjarwo pada Pilbup 1955, dan kekalahan KH Yusuf Muhammad atas Bupati Samsul Hadi Siswoyo pada Pilbup 2010, disinyalir karena praktek money politic (politik uang) dalam pemilihan tersebut. Sebab, tak ada satupun teori yang bisa menjelaskan secara detail dan masuk akal, kecuali praktek politik uang tersebut. Kiai Achmad maupun Gus Yus berangkat dari partai politik yang memiliki kursi terbanyak di dewan.

Dalam bukunya, “Kelas Menengah NU: Dinamika Intelektual, Kontestasi Kekuasaan, Stagnasi Demokrasi di Indonesia Pasca Orde Baru”, disebutkan bahwa Partai NU yang mengusung Kiai Achmad merupakan pemenang Pemilu 1955 di Jember, dengan 14 kursi. Sedangkan, Bupati Soedjarwo diusung oleh PNI (7 kursi), PKI (4 kursi), Masyumi (3 kursi), AKUI dan PSII (masing-masing 1 kursi). Kiai Achmad kalah 2 kursi atas Bupati Soedjarwo.

Kekalahan semisal terjadi, PKB partai yang mengusung Gus Yus juga adalah pemenang Pemilu 1999, dengan 17 kursi, dan PAN 2 kursi. Sedangkan Bupati Samsul Hadi Siswoyo diusung oleh PDIP, PPP, Partai Suni, dan TNI/Polri dengan 22 kursi. Satu calon lagi, H Moh Zainuri diusung oleh Partai Golkar dengan 4 kursi. Gus Yus kalah 3 kursi atas Bupati Samsul.

Memang, pemilihan melalui dewan, sangat rentan konspirasi elite untuk mengeblok calon dari partai pemenang. Balantika politik nasional dan regional pasca Orde Baru, menyajikan teks calon yang dikalahkan oleh koalisi partai yang kalah pada pemilu. Contoh nasional, kekalahan Megawati Soekatnoputri atas KH Abdurrahman Wahid pada Pilpres 1999. Dan contoh regional, kekalahahan Jenderal Abdul Kahfi atas Jenderal Imam Utomo pada Pilgub Jatim 2003. Padahal, PDIP pemenang pemilu nasional dengan jumlah kursi 153, dan PKB pemenang pemilu Jatim dengan jumlah kursi 32.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: