EDITOR dan Aktivis Lingkungan Gelar Diskusi Publik Soal Mafia Tanah

img20210505151512 00

EDITOR.ID, Sumedang – Kepolisian sudah banyak mengungkap perkara dugaan mafia tanah yang melibatkan pegawai dan oknum kepala desa, para pejabat dan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Meski demikian, kasus mafia tanah terutama di beberapa daerah di Indonesia dalam penyelesaian hukumnya tidak memiliki efek jera kepada pelaku yang sebenarnya.

Aktivis lingkungan hidup dan Tata Ruang, Gelap Nyawang Nusantara merangkul media online EDITOR.ID dan sejumlah media di Jawa Barat untuk bekerjasama menggelar diskusi publik bertema ?Menakar Keseriusan Pemerintah Dalam Memberantas Mafia Tanah?.

Acara diskusi yang dilaksanakan pada Rabu, 5/04/2021 digelar melalui offline dan online (zoom) yang menghadirkan sejumlah narasumber mulai dari anggota Komisi II DPR RI, Kepolisian, Asisten Daerah III Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Kemudian juga hadir Advokat dan praktisi hukum, PTPN VIII, dan Perum Perhutani yang di moderatori oleh seorang advokat muda dan konsultan hukum Ferdy Rizky Adila, S.H.,M.H.,C.L.A.

Ferdy menjabarkan praktik mafia tanah dilihatnya adalah bentuk penguasaan atau pengadaan tanah secara sporadik yang dilakukan oleh sekelompok orang, dimana saat ini berkembang dengan melibatkan oknum-oknum dari pejabat pemerintah demi tujuan ekonomi.

?Sangat prihatin, dugaan keterlibatan oknum pemerintah bahkan lembaga yudikatif yang seharusnya bertanggungjawab menangani mafia tanah ini justru ada berada dibalik para mafia tanah ini,? jelas Ferdy saat dikonfirmasi sebelum acara.

Ferdy menambahkan, solusi memberantas mafia tanah ini dilakukan dua sisi, yaitu pertama sistem birokrasi agraria atau pertanahan yang ada di negara ini, mulai dari pendaftaran hingga penerbitan hak atas tanah tersebut. Ia menilai sistem ini harus dibuat mudah dan transparan. Kedua, adalah bagaimana penegakan hukum dijalankan secara transparan tanpa pandang bulu.

Kedepan, kaitannya dengan sistem atau tata cara penegakan hukum terkait sengketa atas tanah, ia berharap isu dibentuknya peradilan agraria dimunculkan kembali.

?Harapannya dengan diskusi ini muncul gagasan-gagasan baru bagaimana meminimalisir terjadinya sengketa kepemilikan tanah melalui sistem yang lebih baik lagi.? Jelas Ferdy, yang didaulat menjadi moderator diskusi publik ini.

Panitia pelaksana, Yaman Didu mengungkapkan, Isu mengenai pemberantasan mafia tanah menjadi isu strategis, karena mafia tanah sudah bercokol lama dan menimbulkan dampak yang serius.

Mulai dari konflik yang berkepanjangan, aksi premanisme, kerugian ekonomi hingga dampak lingkungan.

Dengan kekuatan modalnya, mafia tanah berjejaring dan seperti tak terendus. Menguasai lembaga dan berkonspirasi dengan oknum aparat.

?Kondisi tersebut menginisiasi kita untuk menggelar acara diskusi. Tidak hanya pemerintah, Publik juga perlu aktif dalam pemberantasan mafia tanah. Diharapkan dari diskusi ini muncul solusi efektif terkait pemberantasan mafia tanah,? ungkap Didu.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Teddy Setiadi memaparkan sejumlah permasalahan pertanahan di kabupaten Tangerang melalui platform virtual Zoom, dimana warga mengeluhkan kinerja BPN dan perangkat desa karena adanya penyerobotan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) tanah oleh oknum mafia di wilayah mereka.

Teddy menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini dan memberikan dukungan semaksimal mungkin.

Setidaknya, ada 8 usulan DPR RI terkait pemberantasan mafia tanah, poin yang utama adalah, pembentukan satgas Anti mafia tanah tidak hanya dari unsur kepolisian dan BPN, tetapi melibatkan PPATK, kejaksaan, mahkamah agung dan KPK. Kemudian, segera membuat peradilan adhoc pertanahan sebagai upaya percepatan sengketa pertanahan.

Narasumber lainnya, Advokat sekaligus Penasihat Badan Abitrase Nasional Indonesia, Kuswara S Taryono, S.H., M.H mengemukakan, proses penyelesaian sengketa tanah melalui pengadilan sering menimbulkan permasalahan yaitu lamanya waktu penyelesaian sengketa.

Proses yang berjenjang mulai Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung menuntut tahapan yang panjang. Sementara BANI merupakan salah satu lembaga otonom yang memiliki kewenangan melakukan peradilan arbitrase di tanah air. Sejak didirikan tahun 1977 silam, lembaga ini telah banyak menyelesaikan sengketa komersial di berbagai bidang termasuk pertanahan.

?Sandaran hukum putusan Badan Abitrase Nasional Indonesia (BANI) juga kuat. Sesuai UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa disebutkan, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.? jelasnya.

Hadir dalam diskusi ini, PTPN VIII Wilayah Jawa Barat, Perum Perhutani, Kasatintel Polres Sumedang, Polsek Jatinangor serta sejumlah perangkat desa. Agenda diskusi ini berencana akan digelar berseri di sejumlah kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat, sebagai upaya monitoring dan evaluasi bersama sejauh mana tupoksi, peran dan fungsi satgas Anti mafia tanah ini berjalan efektif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: