Dimensi Strategis Kemendagri Dalam Mewujudkan Kesejahteraan dan Kesatuan Bangsa

DR. Kristiya Kartika, M.Si, M.Kom

Oleh: DR. Kristiya Kartika, M.Si, M.Kom*

PRESIDEN adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi dalam mengelola Negeri ini. Presiden dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri-Menteri Kabinetnya. Disamping tugas-tugas eksekutif pada umumnya, Presiden juga menangani jika terjadi kondisi darurat negeri.

Kondisi darurat yg dimaksud antara lain, keadaan negara dalam ancaman dan keadaan bahaya. Konotasinya adalah bahaya dalam konteks terancamnya kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, permasalahan perekonomian serta perpecahan bangsa.

Bentuknya bisa dalam bentuk timbulnya kekerasan baik antar anggota masyarakat atau kekerasan perebutan pengaruh politik dan kekuasaan antar pemegang kekuasaan politik sendiri, tidak terjaminnya kebutuhan rakyat khususnya ?basic needs?, atau kerasnya pengaruh luar dalam segala aspek yg bisa melahirkan perbedaan substansi interpretasi atas budaya, sejarah, adat, agama bahkan politik dan ekonomi.

Pandangan lebih pragmatis, memberikan sikap/pandangan bahwa keadaan kondisi darurat dianggap telah terjadi jika Pemerintah tidak bisa melaksanakan tugasnya sesuai konstitusi.

Negara ini secara tata negara sesungguhnya menginterpretasikan seluruh tugas pemerintah dalam 3 (tiga) ?wilayah?, yakni Luar Negeri, Dalam Negeri dan Pertahanan-Keamanan. Tiga wilayah tersebut merupakan poros strategis yang bisa menjadi ?tools? dalam mengantisipasi lahirnya kondisi darurat.

Jika diadakan kajian lebih mendalam, posisi Kementerian Dalam Negeri memiliki posisi paling strategis. Dimensi paling strategis bisa dilihat dari aspek keamanan, hubungan luar negeri, ekonomi, dan solidaritas nasional. Misalnya, terjadi peristiwa yang bermuara pada reputasi Negeri ini dimata Internasional, juga tergantung bagaimana penanganan berbagai kebijakan didalam negeri (baik kekuasaan eksekutif maupun legislatif). Dan policy, koordinasi maupun keputusan mengangkut berbagai kebijakan dalam negeri tidak bisa terlepas dari kebijakan, ketegasan bahkan kekuasaan Menteri Dalam Negeri. Yang sudah banyak terjadi, misalnya investor baik asing maupun domestik yang akan mengembangkan bisnisnya di daerah tertentu, apapun harus mendapat persetujuan dari Kepala Daerah setempat. Dan Kepala Daerah pasti berkoordinasi dengan kementerian Dalam Negeri. Produk kebijakan yang diberikan terhadap investor asing maupun domestik tersebut akan turut mempengaruhi pandangan atau penilaian pihak-pihak terkait di negeri lain.

Penanganan perbedaan pendapat yang terjadi diantara kelompok-kelompok masyarakat dalam berbagai soal (politik, sosial, ekonomi, idilogi), penanganannya juga menjadi tanggung jawab Kepala Daerah, dan Menteri Dalam Negeri. Dan penanganan atas berbagai persoalan tersebut juga turut menentukan aspek pertahanan dan keamanan baik secara nasional maupun internasional.

Pemekaran Daerah Untuk Menyentuh Kepentingan Rakyat: Aspek Kedepan

KONDISI Kontroversial yang sudah banyak diketahui berbagai pihak selama ini adalah ?kurang? tersentuhnya berbagai kebutuhan masyarkat, khususnya lapis bawah. Kondisi tersebut sesungguhnya menjadi akar persoalan masih terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat yang bahkan mengancam keutuhan masyarakat secara nasional. Terlebih lagi jika menyangkut tidak terpenuhinya kebutuhan mendasar (basic needs) masyarakat.

Dari berbagai kajian dibeberapa daerah ?strategis? tertentu menunjukkan bahwa kelompok masyarakat tertinggal yang kurang mendapat sentuhan Kepala Daerah dan ?outomatically? kurang mendapat perhatian akan nasib dan kehidupannya, lebih rawan saat menerima informasi-informasi yang cenderung merupakan pengaruh kearah disintegrasi masyarakat dan bangsa. Bahkan pengaruh-pengaruh tersebut tidak dilihat dari siapa dan dari mana asalnya. Yang terpenting ada pihak yang memperhatikan mereka baik secara kejiwaan maupun ekonomi kongkrit dengan melalukan sesuatu yang konkrit dan dirasakan bermanfaat oleh lapis masyarakat tertentu tersebut. Atas kajian lebih lanjut, bantuan-bantuan kongkrit dan dirasa berguna tersebut bisa berasal dari pihak-pihak yang dirugikan oleh kebijakan pemerintah atas kepentingannya termasuk bisnis atau ekonominya. Sang pemberi bantuan dan pengaruh tidak peduli isu apa yang hendak dihembuskan oleh kelompok masyarakat setempat, yang terpenting substansinya bernada protes dan perlawanan kepada pemerintah. Dan materi/isi protesnya tidak berisi kepentingan langsung dari mereka yg dirugikan khususnya secara ekonomi dan bisnisnya.

Pada saat bersamaan, atau dalam era kritis itu, masuklah elemen-elemen yang memiliki kepentingan lain dan berbeda dengan kepentingan sang pemberi bantuan konkrit kepada masyarakat. Misalnya kepentingan politik. Dengan mengisi isu-isu yg akan dilempar masyarakat dengan kepentingan yg bernada negatif, agitatif dan provokasi sosial yang ujung-ujungnya bertujuan terjadinya disintegrasi sosial.

Kata kuncinya, kurang terpelihara dengan baik hubungan dan perhatian pemerintah daerah terhadap masyarakat yang jauh dari pusat-pusat kekuasaan pemerintahan.

Kebijakan, policy, sikap dan langkah antisipasi yang perlu dilakukan secara nasional atas hal-hal tersebut berada ditangan Kementerian Dalam Negeri. Karena semua elemen pemerintahan daerah berada dalam tanggungjawab Kementerian Dalam Negeri.

Dari beberapa kajian tersebut, ada yang mendorong agar terjadi pemekaran daerah. Dengan argumentasi utama agar masing-masing Kepala Daerah bisa memberikan perhatian kepada kepentingan riil rakyat yang tertinggal atau yang berlokasi jauh dari pusat pemerintahan. Mengingat sistem pemerintahan kita meletakkan posisi Gubernur sebagai wakil/perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, maka yang dianggap perlu ada pemekaran daerah adalah memekarkan jumlah provinsi yang ada.

Telah berkembang wacana agar Provinsi di Pulau Jawa dimekarkan jumlahnya dari 6 menjadi 9 provinsi. Diprioritaskan di Pulau Jawa, mungkin karena jumlah penduduk terbanyak di pulau Jawa. Dan diperkirakan banyak penduduk yang tidak tersentuh kepentingan hidup dan nasibnya oleh pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Sebagai bahan perbandingan obyektif, negara Filipina yang wilayahnya lebih sempit dari Indonesia, dan penduduknya juga lebih sedikit, kini memilik 73 Provinsi.

Pada era digitalisasi ini, seharusnya persoalan-persoalan yang menyangkut komunikasi dan hubungan dengan warga rakyat yang membutuhkan bantuan pemerintah tidak terjadi lagi. Komunikasi digital yang tidak mengenal jarak, berbiaya murah, dan berlangsung cepat, merupakan dukungan yang seharusnya tidak terjadi lagi ?communication gap? antara elemen pemerintahan daerah dengan rakyat, khususnya rakyat yang sudah dirugikan sebelumnya oleh sistem politik, (leadership) yang belum siap khususnya mendengarkan rakyat yang terpinggirkan itu.

Ujian Atas Omnibus Law Ciptaker

Kata kunci kedua yang menciptakan kondisi-kondisi negatif bisa terjadi, bahkan dimanfaatkan oleh berbagai kalangan yg terugikan, adalah sistem dan kebijakan perizinan. Yang sudah terjadi selama ini, perizinan merupakan hal cukup menyedihkan. Disamping kurang dilibatkannya masyarakat dalam proses sebuah rencana penyiapan perizinan sebuah bisnis untuk meningkatkan kemampuan bangsa/rakyat, juga tidak dimiliknya kesadaran obyektif tentang pentingnya sebuah investasi ke masa depan yang berguna bagi bangsa dan rakyat oleh elemen-elemen pemerintahan daerah. Yang terjadi selain tidak berkomunikasi dengan rakyat, juga ?memanfaatkan? aspek finansial dari sebuah proses pengurusan perizinan. Itu bisa terjadi di berbagai level dan personal dilingkaran birokrasi daerah. Hambatan yang ada adalah nominal biaya perizinan yang harus dikeluarkan oleh Investor, juga lamanya waktu pengurusan perizinan.

Jika dikembalikan pada prinsip dinamika bisnis baik domestik maupun global yang gerakannya sedemikian keras dan kencang, maka pengurusan izin di negeri ini yang begitu lama waktunya karena berbelitnya proses serta angka nominalnya yang tinggi, sungguh tidak akan memenuhi syarat memenangkan sebuah persaingan bisnis.

Political will pemerintah yg melahirkan Omnibus Law Cipta Kerja melalui ditetapkannya Undang-undang No 11 tahun 2020 nampaknya merupakan sebuah jalan keluar untuk merangsang pertumbuhan ekonomi meski tetap harus disertai pemerataan ekonomi melalui effektivitas peran pemerintah. Meski Mahkamah Konstitusi meminta pemberlakuan Omnibus Law Ciptaker sementara berlaku selama dua tahun, tapi ini merupakan momentum sangat strategis untuk membuktikan pilihan alternatif terbaik atas kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus dipilih negeri ini pada sektor perizinan khususnya, dan pemerintahan serta perekonomian pada umumnya.

Dengan kajian kritis yang telah membuktikan keterlambatan proses perizinan selama ini, khususnya untuk investasi ekonomi, baik perizinan investasi dari domestik maupun global, ditambah faktor tahap implementasi di daerah sebagai faktor penentu, yang itu semua berada di tangan elemen pemerintah daerah, maka sekali lagi kita temukan betapa strategisnya peranan sikap ketegasan dan motivasi pelayanan dari Kementerian Dalam Negeri.

Meski perlu disadari bahwa persoalan proses perizinan dalam pengembangan bisnis-ekonomi, dan komunikasi yang terhambat atau tersumbat antara pemerintahan daerah dengan masyarakat yang tertinggal, hanyalah sebuah contoh soal yang terus menggeliat. Dan jika di ?breakdown? lebih lanjut, masih sangat banyak lagi tugas dan tanggungjawab penting Kementerian ini dalam mensejahterakan rakyat dan bangsa sekaligus memelihara keutuhan NKRI.

Sehingga penguatan Kementerian Dalam Negeri, entah melalui penguatan elemen personal penanggungjawabnya di kementerian atau policy lain, mutlak sangat diperlukan dan merupakan kebutuhan mendesak !!!

============================

*). Kristiya Kartika, Mantan Ketua Presidium GMNI dan mantan pengurus DPP PDIP. Pendidikan terakhir, lulus program Doktor Manajemen Bisnis San Beda University, Manila, Philippina (2009). Pernah menjadi anggota Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) dan Wakil Ketua Tim Konsultansi Pembangunan pada Kantor Menteri Muda Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Kini Team Kerja Menteri PAN-RB RI, dan Pemerhati Independen masalah Ekonomi, Politik, Sosial, Reformasi Birokrasi serta Pembangunan Nasional. (Tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: