Belum Sebulan Ahok di Pertamina, Blok Minyak Arab Diakuisisi

Akuisisi ini diharapkan bisa menambah produksi migas Pertamina. Pasalnya, jumlah produksi dalam negeri belum sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Lebih lanjut, Nicke menyatakan perusahaan sengaja memilih blok migas yang sudah beroperasi demi meminimalisir risiko kasus korupsi yang pernah terjadi di era eks Direktur Utama Karen Agustiawan. Dalam hal ini, Pertamina juga bekerja sama dengan aparat hukum dalam melakukan tahap perencanaan akuisisi.

“Kami kerja sama dengan aparat hukum. Jangan sampai ada hal-hal yang terlewat,” imbuh dia.

Mengutip artikel tulisan Manuel Mawengkang, bahwa berbicara tentang Ahok, saya melihat ada jiwa liar dari dirinya dalam berbisnis. Orang ini mempertontonkan sebuah totalitas dalam pekerjaan yang sudah dipercayakan.

Erick Thohir memilih orang ini, mungkin selain faktor kesungguhan, ada faktor lain. Beberapa faktor lain tersebut adalah keahlian, kreatifitas dan keberanian.

Ahok adalah sosok yang ahli. Dia memang merupakan lulusan ilmu bumi di Trisakti. Ia dapat gelar insinyur dalam bidang pertanahan dan geologi. Namun kalau bicara keahlian saja, rasanya kurang cukup. Banyak orang yang ahli, tapi tidak bisa membesarkan sebuah perusahaan. Karena apa? Ya silakan dipikirkan.

Ahok adalah sosok yang kreatif. Dia memiliki banyak sekali cara untuk membangun dan membesarkan perusahaan. Jakarta di eranya, begitu maju. Dia bisa berpikir sesuatu yang di luar kebiasaan para birokrat umumnya.

Birokrasi sering ia pangkas, demi sebuah pencapaian yang jauh lebih efektif. Sekarang ini kita melihat bagaimana Jakarta masih ada bekas-bekas “penjajahan” Ahok. Hahaha. Penjajahan yang dimaksud itu adalah positif.

Dampak besar terjadi di era Ahok, karena kreatifitasnya. Dalam Pertamina, Ahok begitu kreatif menjawab permintaan Jokowi. Dia tahu bahwa untuk langsung bangun kilang minyak, sulit. Maka dia bersama para jajaran direktur, memikirkan apa yang harus dikerjakan untuk membangun kilang minyak secara mandiri.

Ahok adalah sosok yang berani. Dia berani dalam menanggapi segala ancaman yang ada. Bahkan sudah lama sebelum isu pembubaran FPI digulirkan, Ahok sudah menantang ormas gak jelas tukang sweeping itu untuk dibubarkan.

Hanya saja, sebagai orang yang dianggap “minoritas”, Ahok mendapatkan pertentangan. Dan akhirnya sekarang terbukti dengan segala sesuatu yang terjadi, yakni gagalnya FPI dalam menjadi ormas yang baik. Ingat FPI, ingat sweeping.

Di Pertamina, tantangan juga lebih besar. Mafia-mafia migas itu mengerikan. Coba kita lihat saja di kubu “sana” yang memelihara dan merangkul mafia migas, apakah ada apresiasi mereka terhadap Ahok yang menjabat sebagai komisaris utama Pertamina?

Diam. Hening. Mungkin butuh dikecup dengan penuh cinta agar mereka berespons. Padahal dulunya pengecup dan pemenuhan cinta dukung Ahok. Tapi saat Ahok jadi komisaris, langsung bungkam. Karena kalau mau nyinyir pun sudah tidak bisa. Ngakak sekali saudara-saudara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: