70 Balita di Jabar Positif HIV/AIDS

EDITOR.ID, Indramayu – Sedikitnya 70 balita di Jawa Barat (Jabar) dinyatakan positif tertular HIV/AIDS. Mereka terdiri dari berbagai kalangan, ditegarai tertular dari kelompok rentan dan ibu rumah tangga. Kondisi itu memicu upaya gencar pemeriksaan di lapangan oleh petugas dari Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jabar. Sampai akhir tahun 2020 ini, pemeriksaan terhadap ibu rumah tangga (IRT) akan gencar dilakukan dengan target sebanyak 11 ribu orang.

Pernyataan itu diungkapkan Kasubbag Kesos Bagian Kesra Kabupaten Indramayu, Saefudin, saat menerima Komisi Penanggulangan AIDS Jabar paa acara Promosi Tes HIV pada ibu hamil belum lama ini. Ia mengatakan penularan HIV/AIDS sekarang ini tidak terbatas pada kelompok rentan, namun juga menyasar balita dan IRT. “Kasus yang banyak ditemukan, mereka (balita dan IRT) tidak tahu bahkan tidak menyadari kalau mereka tertular. Mereka tahu telah positif AIDS setelah diperiksa,” ujar dia.

Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dede, menyatakan temuan kasus karena ketidaktahuan IRT dan balita harus terus ditekan. Salah satunya adalah dengan sosialisasi kepada ibu hamil sehingga bersedia mengikuti tes HIV demi mengurangi angka penularan kepada balita. “Di lapangan ditemukan juga ada ibu hamil pengidap HIV, namun bayinya justru tidak tertular,” ujar Dede.

Pada bagian lain Dede juga menjelaskan pentingnya upaya mewujudkan ‘3 Zero AIDS’Yakni. Pemerintah menetapkan target tahun 2030 sebagai tahun 3 Zero. Yakni Zero New Infection, artinya tidak ada lagi penambahan kasus baru penularan HIV/AIDS, Zero AIDS Related Death yang berarti tidak ada lagi kematian yang memiliki keterkaitan dengan HIV/AIDS, serta Zero Discrimination yang bertujuan tidak adanya lagi perbadaan perlakuan yang diskriminatif terhadap pengidap HIV/AIDS.

Sementara itu, Nur Fadhilah, pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Indramayu menyampaikan pentingnya pendampingan kepada ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Terlebih, seumur hidupnya ODHA harus mengonsumsi obat ARV (antiretroviral) yang diperoleh di rumah sakit rujukan. Ia juga menuturkan permasalahan yang kerap terjadi adalah ada ODHA yang tidak dapat dibantu karena terkendala permasalahan administrasi seperti KTP, KK, dan BPJS.

Atau ada juga beberapa ODHA yang tidak memiliki kelengkapan administrasi. Ada yang memiliki BPJS mandiri, namun menunggak sehingga ketika akan dibantu oleh pemerintah, tunggakannya harus dilunasi terlebih dahulu. “Inilah pentingnya kerjasama semua stakeholder untuk dapat membantu ODHA dan sekaligus menghentikan penularan baru HIV/AIDS,” ujar Nur Fahilah.****

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: