Refleksi Diri Saat Pandemi Melalui Sebuah Fiksi.

Konteks ini mirip dengan wabah yang sedang terjadi dimana situasi perseteruan antara masyarakat, tenaga medis, dan pemerintah begitu tegang.

Di dalam buku tersebut, diceritakan kelima penjaga dunia terdampar di berbagai belahan benua. Mereka frustasi karena tidak dapat bersatu untuk segera memberantas para penguasa jahat The Old Ones.

Namun, selalu ada cara bagi mereka untuk tetap menjaga kontak dan akhirnya mereka menggunakan kesatuan untuk menghancurkan The Old Ones. Hal ini dapat diartikan bahwa seharusnya masyarakat dunia saling bantu membantu demi keselamatan umat manusia.

Didukung dengan teori milik Sigmund Freud yang menyatakan bahwa psikologis masyarakat selalu berubah tergantung dengan kondisi lingkungan yang dialami dan pengaruh dari diri sendiri, Horowitz memberikan banyak pukulan telak bagi masyarakat yang saat ini tidak mau bekerja sama yang harusnya dapat menguatkan sisi psikis satu sama lain.

Berdasarkan penulisannya, ia seakan mengingatkan kita untuk peduli terhadap sesama tanpa memandang ras dan pangkat sosial yang melekat di saat pandemi Coronavirus Disease menyerang.

Selain itu, kaitan supernatural yang ada pada buku “The Power of Five: Oblivion” sangat mirip dengan perpecahan yang terjadi di Indonesia dan dunia, dimana semua orang sedang terjebak dalam pusaran konflik sosial.

Ketidakpercayaan yang meningkat karena angka korban yang berjatuhan terus naik.

Penularan virus yang memang sangat pesat menyebabkan rasa saling percaya pada sesama dan empati berkurang, banyak orang akhirnya memutuskan untuk tidak melakukan interaksi dan curiga satu sama lain terutama kepada keluarga yang anggotanya terjangkit.

Akibatnya, semua orang yang berada dalam satu ranah mengalami krisis kepercayaan dan muncul asumsi buruk yang ada pada masyarakat.

Selain itu, provokasi masyarakat kontra pemerintah dan munculnya berita-berita palsu yang disebar melalui media sosial memperparah keadaan psikis masyarakat yang awalnya percaya diri dapat melawan Coronavirus Disease dengan menaati protokol kesehatan berakhir dengan ikut melanggar peraturan.

Padahal, untuk memberantas ketidakpercayaan, perlu adanya rasa empati yang kuat yang mungkin dapat mengurangi beban psikis pada setiap orang. Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang merosot drastis selama pandemi yang membuat setiap orang tidak dapat bekerja dengan leluasa dan berdiam di rumah tanpa mendapatkan upah.

Kebanyakan perusahaan besar akhirnya memutar otak untuk mengadakan gerakan bekerja di rumah dan melakukan beberapa pergantian jadwal apabila diadakan kerja di kantor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: