Pembatasan Cegah Corona Ancam PHK Besar-Besaran

Kebijakan meliburkan atau merumahkan pekerja akhirnya dimaknai dengan beragam kebijakan oleh manajemen hotel.

Beberapa hotel yang manajemennya baik dan taat aturan ketenagakerjaan membuat kebijakan seperti pekerja mengambil jatah cuti panjang, cuti tahunan, mengambil jatah libur dari public holiday, tidak memperpanjang pekerja kontrak atau menghentikan casual worker.

Hal ini positif karena manajemen hotel tidak melakukan pemutusan hubungan kerja atau tidak mengurangi upah.

Namun ada beberapa hotel yang “mengambil keuntungan” dari merebaknya virus corona seperti Hotel Aryaduta Jakarta milik Lippo Grup dan Hotel Mulia Senayan Jakarta.

Di Hotel Aryaduta Jakarta, tanpa ada perundingan dan pemberitahuan sebelumnya, hanya dalam sehari, pekerja di PHK dan hanya diberikan kompensasi 1 PMTK untuk pekerja tetap dan 1 bulan upah untuk pekerja kontrak. 1 PMTK adalah 1 x Pasal 156 ayat 2, 1 x Pasal 156 ayat 3 ditambah Pasal 156 ayat 4 undang-undang ketenagakerjaan. Aturan normatif menyebutkan diberikan kompensasi 2 PMTK

Tindakan ini merupakan pelanggaran aturan normatif karena pemberian kompensasi 1 PMTK hanya berlaku jika pekerja melakukan kesalahan dan telah mendapat surat peringatan atau mengunakan pasal 164 ayat (1) yang menyebutkan : Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur).

Kalimat keadaan memaksa (force majeur) inilah yang dipakai oleh manajemen Hotel Aryaduta secara jalim untuk merampas hak bekerja buruh dan mengurangi kompensasi buruh. Padahal sejatinya Hotel Aryaduta tidak tutup. Hal ini dapat dibuktikan melalui iklan yang cukup viral yaitu Hotel Aryaduta menyediakan paket karantina eksklusif Corona.

Sementara Hotel Mulia Senayan Jakarta membuat kebijakan yang merugikan hak-hak pekerja berupa upah. Pekerja dipaksa membuat pernyataan yang isinya mengajukan cuti tidak dibayar (unpaid leave) atas kesadaran sendiri, melepaskan kewajiban perusahaan dan tidak menuntut perusahaan di kemudian hari secara perdata atau pidana.

Pihak hotel selanjutnya membuat kebijakan yaitu hanya membayar 40% sampai 85% untuk yang masih bekerja dan 50% untuk yang diliburkan atau dirumahkan.

Jelas tindakan yang dilakukan oleh kedua manajemen hotel tersebut melanggar aturan karena tindakan PHK adalah langkah terakhir.

Sementara untuk upah, tetap wajib dibayarkan sebagaimana PP 78 Tahun 2015 Pasal 25 yang isinya: “Pengusaha wajib membayar Upah apabila Pekerja/Buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi Pengusaha tidak mempekerjakannya, karena kesalahan sendiri atau kendala yang seharusnya dapat dihindari Pengusaha”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: