Omnibus Law, Harapan Hukum yang Lebih Pasti

Dengan perbaikan neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan, daya tawar Indonesia di mata negara lain pun meningkat. Penciptaan lapangan kerja menjadi salah satu tujuan besar pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Pasalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran per Agustus 2019 bertambah 50.000 orang menjadi 7,05 juta orang dibandingkan Agustus 2018 sebanyak 7 juta orang.

Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Agustus 2019 mencapai 5,28%, atau turun dibanding Agustus 2018 yang mencapai 5,34 %. Indonesia memiliki total angkatan kerja sebanyak 133,56 juta orang dan jumlah orang bekerja sebanyak 126,51 juta.

Soal Omnibus Law ini, Kepala Negara juga mendapatkan ide dari hasil pertemuannya dengan Menteri Perdagangan Amerika Serikat Wilbur Ross beberapa waktu lalu.

Saat itu, Ross mengatakan bahwa di negaranya apabila seorang menteri ingin menerbitkan satu peraturan, maka peraturan tersebut harus turut menghapus dua peraturan lainnya yang telah ada.

“Kultur seperti ini harus kita miliki. Saya mau buat aturan itu juga. Sekarang menteri mau buat peraturan boleh satu, tapi hilang sepuluh. Tapi baru saya hitung-hitung berapa ini biar permen-permen itu hilang semua. Kebanyakan aturan itu pusing sekali,” kata Jokowi.

“Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU,” sambungnya.

Pemerintah terus mengebut pengerjan draf penyederhanaan regulasi alias Omnibus Law. Nantinya, Omnibus Law inilah yang akan langsung merevisi lebih dari 70 Undang-Undang (UU) yang sudah ada.

Melalui Omnibus Law ini, pemerintah akan mengusulkan dua UU baru ke DPR, yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kedua UU inilah yang akan merevisi lebih dari 70 UU tersebut. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan iklim investasi, mendorong daya saing UMKM, dan penciptaan lapangan kerja.

Ada 11 klaster yang diatur dalam Omnibus Law ini. Keseluruhan klaster tersebut yaitu penyederhanaan perizinan berusaha, pengenaan sanksi administrasi dan menghapus sanksi pidana, ketenagakerjaan, administrasi pemerintahan, pengadaan lahan, persyaratan investasi, kemudahan dan perlindungan hukum, dukungan riset dan inovasi, kemudahan berusaha, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi.

Beberapa aturan nantinya akan jauh berbeda dari yang saat ini ada. Sebagai contoh dalam urusan perizinan berusaha. Tidak semua jenis usaha memerlukan izin. Namun, hanya jenis usaha yang membahayakan keamanan, kesehatan, dan lingkungan, saja yang mendapat izin. Sisanya cukup menggunakan standar umum dan pengawasan. “Ini namanya risk-based license,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: