Komunikasi Buruk, Istana Kedodoran

Serangan informasi melalui media sosial ini justru menjadi tantangan tersendiri bagi para pejabat yang mengawal komunikasi publik untuk bekerja keras lagi mengkomunikasikan kebijakan pemerintah dengan elegan.

Kita bisa mengambil contoh bagaimana pengelolaan komunikasi publik yang dilakukan tim jajaran Humas dan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun silam. Mereka berhasil meraih kepercayaan dan dukungan publik luar biasa karena mampu membangun komunikasi yang baik kepada media dan selalu memberikan akses informasi seluas-luasnya.

Sekarang ini banyak sekali isu dan berita-berita hoaks yang berseliweran yang cenderung bukan lagi mengkritik tapi sudah menyerang Presiden Jokowi. Banyak isu dengan gampang dibalik untuk menyerang Jokowi.

Terus pertanyaan penulis, apa yang bisa dilakukan jajarannya dalam mengawal kebijakan Presiden.

Menurut Penulis perjalanan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin di bidang demokrasi dalam satu tahun terakhir, banyak menghadapi pemutarbalikan informasi alias hoaks. Akibatnya, pemerintah terasa kedodoran.

Misalnya, aksi penangkapan terhadap pelanggar-pelanggar ITE, begitu dengan mudah dibalikkan sebagai aksi pemberangusan terhadap demokrasi. Padahal kan kenyataannya tidak demikian.

Sebetulnya Presiden hanya ingin menteri-menterinya berubah, lebih sering berkomunikasi kepada rakyat. Yang jelas komunikasi publik pada saat RUU Cipta Kerja sudah dinilai buruk oleh Presiden.

Permasalahan utama ada keengganan bertemu stake holder, mereka enggan bertemu untuk menjelaskan apa yang disoal. Padahal, tidak semua pasal dalam RUU Cipta Kerja harus dijelaskan, ada poin-poin penting yang disoal dan bisa mereka jelaskan dan dikomunikasikan kepada publik.

Banyak alasan dan dugaan kenapa menteri malas turun ke masyarakat, apakah karena sibuk dengan agenda lain, ada konflik kepentingan mereka belum baca detil RUU Cipta Kerja.

Demikian juga terhadap penanganan terhadap aksi-aksi demo menolak UU Cipta Kerja. Aparat masih melakukan pendekatan yang humanis dan tidak dengan kekerasan terhadap demonstran. Sayangnya, hal-hal tersebut dengan mudah berbalik, sehingga kesannya pemerintah mengabaikan demokrasi.

Namun penulis menggarisbawahi bahwa teguran Presiden agar menteri membuka ruang dialog bersama rakyat, sehingga semakin jelas. Daripada jajaran menteri membuang uang untuk membayar media atau buzzer saran penulis pejabat pemerintah lebih baik membuka ruang publik satu per satu, agendakan saja. Misal temu dengan buruh, temu dengan mahasiswa.

Di era di mana teknologi berkembang pesat, pemerintah terkadang kewalahan menghadapi disinformasi dan hoaks di media sosial. Kendati begitu ini menjadi tugas tim komunikasi publik pemerintah selalu memperbaiki komunikasi publik agar tak muncul polemik di masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: