Menguak Wisata Kawin di Puncak, Yang Bobol Anaknya Terlantar

Artinya tiap hari ia memaksa sang gadis melayaninya cukup membayar Rp250 ribuan. Kalau di kurskan dengan real nilai ini tak seberapa. Selama 7 hari dalam 24 jam perempuan tersebut harus menurut dan mau diapakan saja oleh pembelinya. Mirip praktek budak seks. Miris sekali…nasib kaum perempuan ini.

Pelanggan dan pelancongnya mayoritas warga asing asal Timur Tengah atau Arab. Mereka berdatangan setiap bulan Juni hingga Desember di saat di negaranya ada liburan. Gadis-gadis yang dimangsa para pelancong Arab ini umumnya didatangkan dari daerah Sukabumi, Cianjur, Indramayu dan Tasik.

“Kebanyakan dari wilayah Cianjur, Garut dan Sukabumi,” ujar salah seorang “penjaja” calon pasangan kawin kontrak kepada EDITOR.ID saat menelusuri jaringan wisata esek-esek yang di dunia maya informasinya telah menyebar ke seluruh dunia.

Praktik kawin kontrak yang masih berlangsung di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memaksa Pemkab Bogor mengambil tindakan tegas.

Fenomena kawin kontrak ini jelas merusak citra Kabupaten Bogor, yang dijuluki Bumi Tegar Beriman tersebut. Praktik pernikahan ilegal itu pun didukung oleh para penghulu yang namanya tak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), alias penghulu bodong.

Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bogor Kardenal mengatakan, mesti ada shock terapy yang diberikan kepada penghulu bodong tersebut. Pasalnya, selain bertentangan dengan aturan, keberadaan penghulu bodong juga bisa mencoreng nama Kabupaten Bogor.

“Ini bertentangan dengan karsa berkeadaban. Langkah ini merupakan kesepakatan dengan Bupati Ade Yasin setelah rapat dengan forkopimda belum lama ini. Rapat membahas khusus soal kawin kontrak,” kata Kardenal di Cibinong, Jumat (20/12/2019).

Kardenal mengatakan, selain menertibkan penghulu beserta calonya, Forkopimda Kabupaten Bogor juga akan menertibkan tulisan-tulisan berbahasa arab di pertokoan. Di mana hal itu selama ini memberikan kesan sebuah permukiman Arab di salah satu desa yang ada di Kecamatan Cisarua.

“Merek-merek semua yang berbahasa Arab, toko-toko yang berbahasa Arab, minimal ada terjemahannya. Agar tidak seolah-olah menjadi kampungnya sendiri. Ini harus kami tertibkan. Puncak sebagai tujuan wisata,” beber Kardenal.

Penertiban ini menurutnya, bukan semata membersihkan nama baik pariwisata Kabupaten Bogor, melainkan juga sebagai antisipasi terhadap dampak sosial yang diakibatkan atas kawin kontrak.

Pasalnya, tak sedikit perkara kawin kontrak di kawasan Puncak yang menghasilkan keturunan, lantas anaknya terlantar.

“Ini jadi permasalahan sosial. Maka itu kami akan lakukan penertiban bersama Forkopimda operasi terpadu, termasuk memindahkan pengungsi UNHCR,” katanya. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: