Konsep Eri Cahyadi Membangun Kota Surabaya Bersama RT, RW dan Tokoh Masyarakat

Tak hanya tentang kemiskinan, problema sosial kemasyarakatan dan ekonomi lain di kota ini yang membutuhkan sentuhan policy wali kota adalah pengangguran. Tingkat besaran penduduk tanpa lapangan kerja di kota ini sekitar 5 persen. Strategi klasik mengatasi problema tersebut adalah pemerintah membuka lapangan kerja sendiri, seperti membentuk BUMD. Tapi, hal tersebut berpeluang kecil dilakukan dalam konteks kekinian, mengingat besarnya aktifitas sosial ekonomi sektor privat di kota ini.

Dengan kapasitas APBD Surabaya tahun 2020 sebesar Rp 10,3 triliun di satu sisi, sementara di sisi lain kapasitas PDRB Surabaya 2019 sekitar Rp 450 triliun, maka itu maknanya sektor ekonomi yang digerakkan masyarakat swasta jauh lebih besar dibanding pemerintah. “Makanya, untuk mengatasi pengangguran ini pemkot harus bersinergi dengan swasta,” tegas Eri.

Bagaimana caranya? Tentu ada banyak cara dan strategi yang bisa dilakukan, mengingat Pemkot Surabaya adalah pemegang dan pengatur regulasi ekonomi bisnis di kota ini. Eri menyampaikan gagasan bahwa sekitar 40 persen peluang kerja yang tercipta dari aktifitas bisnis baru di kota ini diberikan kepada warga Surabaya.

Maksudnya tentu warga ber-KTP Surabaya. “Di situ pengusaha harus teken kontrak untuk menjalankan komitmen ini secara konsisten,” tegas Eri yang lama menjabat sebagai Kepala Bappeko Surabaya.

Strategi policy ini tak berarti Kota Surabaya menutup diri dan tak mau bersinergi dengan kabupaten dan kota sekitarnya, seperti Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Pasuruan, dan lainnya. Kepentingan warga Surabaya mesti diproteksi melalui instrumen policy pemkot. Ujung-ujungnya policy ini bertujuan mempromosikan kesejahteraan warga Surabaya dan mewujudkan harmoni sosial di kota ini secara keseluruhan.

“Karena itu, saya sangat membutuhkan data faktual dan obyektif tentang pengangguran dari RT dan RW. Berdasar data yang akurat, saya kira memudahkan kita melakukan intervensi. Siapa yang harus diintervensi, bentuk program intervensi yang mesti dilakukan, kapasitas anggaran yang dibutuhkan, dan banyak faktor lain yang bisa kita formulasikan dengan jelas, tepat, dan akurasi tinggi,” jelas Eri.

Dua sektor lain yang menjadi perhatian Eri adalah kesehatan dan pendidikan. Di dunia kesehatan, policy pemerintah dibutuhkan untuk target group masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tentu kelompok masyarakat ini rentan tak memperoleh layanan fasilitas yang memadai.

“Di sini syarat kejujuran sangat dibutuhkan,” tukasnya.

Kok bisa? Berdasar pengalaman Eri berkarir di birokrasi Pemkot Surabaya, katanya, tak jarang warga itu menyampaikan fakta tak jujur tentang kondisi sosial ekonomi mereka saat sakit. Tujuannya, mendapatkan fasilitas layanan kesehatan yang memadai secara free (gratis) dan atau mengeluarkan biaya minimal. “Mohon! Jangan lakukan itu. Kasihan warga MBR yang mestinya mendapatkan layanan kesehatan bagus dengan dukungan anggaran pemerintah,” katanya mengingatkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: