Jelang Muktamar, Transformasi PPP Harga Mati

Oleh : Drs. Maman Fatchurohman

Penulis adalah Kader NU dan Kader PPP Jawa Tengah.

Mantan Anggota FPP DPRD Kota Semarang

Lahirnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tahun 1973, tidak bisa dilepaskan dengan upaya pemerintahan Orde Baru (melalui rancangan Ali Moertopo) mulai mempraktikkan kehidupan politik yang hegemonik dan represif.

Diantara langkah paling mendasar adalah memaksa partai-partai bergabung satu sama lain. Seluruh partai Islam dipaksa bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, serta partai nasionalis dan Kristen digabungkan ke dalam Partai Demokrasi Indonesia.

PPP yang merupakan hasil fusi politik Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

PPP merupakan partai politik penerus estafet empat partai Islam dan wadah penyelamat aspirasi umat Islam, serta cermin kesadaran dan tanggungjawab tokoh-tokoh umat Islam dan Pimpinan Partai untuk bersatu, bahu-membahu membina masyarakat agar lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa T’a’ala melalui perjuangan politik.

Perjalanan PPP dari lahir hingga saat ini penuh dengan dinamika yang membuat lika-liku PPP dalam mengikuti kontestasi politik dari pemilu ke pemilu.

Perjalanan panjang dan dinamika politik yang muncul sudah barang tentu memberikan warna dan pelajaran tersendiri bagi PPP dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul baik internal maupun eksternal.

PPP juga telah melalui berbagai masa uji dalam upaya mengembangkan sayap dan pengaruhnya untuk tetap dapat eksis dalam percaturan perpolitikan di Indonesia.

Prestasi yang ditorehkan utamanya dalam perolehan suara dan kursi kekuasaan (legislative dan eksekutif) juga mengalami pasang surut mengikuti dinamika politik yang terjadi.

Sebagai salah satu partai yang memiliki sejarah paling panjang dibandingkan partai-partai politik Islam yang lain, PPP memiliki keunggulan modal dasar perjuangan, yaitu latar belakang historis sebagai fusi politik penerus perjuangan empat partai Islam.

Fusi ini tidak hanya menjadi dokumen historis, tapi juga merupakan kekuatan strategis yang tetap aktual untuk menyatukan sikap perjuangan politik umat.

Sebagai partai hasil fusi, juga tidak bisa dipungkiri bahwa eksistensi, posisi dan peran serta perkembangan PPP tidak bisa dilepaskan dari asal mula komponen yang telah membentuknya.

Tanpa menafikan komponen yang lain, pada kesempatan ini penulis akan mengupas secara khusus mengenai dinamika perjalanan hubungan PPP dengan salah satu partai pembentuknya yang memiliki kontribusi dan saham terbesar, yaitu Nahdlatul Ulama (NU).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: