Inilah Dahsyatnya Makna dan Asal Usul Tradisi Halal bi Halal

Menyatukan keluarga dalam tali silaturahmi yang tiada putusnya. Bhakti sang anak kepada orang tuanya dalam wujud sungkeman dan cium kaki sang ibu dalam prosesi ttadisi halal bi halal

Jakarta, EDITOR.ID,- Umat Islam di Indonesia boleh berbangga hati memiliki tradisi dari para leluhur yakni Halal bi Halal atau saling maaf bermaafan di Hari Raya Idul Fitri.

Anak mengunjungi orang tua. Sanak saudara, keluarga saling berbagi kebahagiaan dengan saling mengunjungi, saling bertemu dan saling maaf memaafkan.

Allah SWT tentu akan memberikan Ridho Nya atas tradisi yang sangat baik dalam membangun akhlak dan karakter.

Halalbihalal adalah salah satu tradisi yang selalu hadir saat Idulfitri

Tradisi ini biasa dilakukan dengan bersilaturahmi ke rumah tetangga, saudara, dan kerabat.

Biasanya orang-orang berkumpul di rumah tetangga, saudara, atau kerabat untuk bersilaturahmi, saling bermaaf-maafan dan bersalam-salaman.

Halalbihalal menjadi tradisi yang terus berkembang hingga saat ini.

Halalbihalal ternyata memiliki sejarah sendiri di Indonesia. Tradisi ini merupakan tradisi asli Indonesia yang tak dapat ditemukan di negara-negara lain.

Nah, seperti apa sejarah Halalbihalal dan apa maknanya?

Arti Halal Bihalal

Halalbihalal memang terdengar seperti berasal dari bahasa Arab.

Halalbihalal sebenarnya berasal dari kata serapan ‘halal’ dengan sisipan ‘bi’ yang berarti ‘dengan’ (bahasa Arab) di antara ‘halal’.

Namun, Halalbihalal sebenarnya bukan berasal dari Arab, melainkan merupakan tradisi yang dibuat di Indonesia.

Kata Halalbihalal bahkan sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Dalam KBBI, Halalbihalal berarti hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang.

Halalbihalal juga diartikan sebagai bentuk silaturahmi. Istilah Halalbihalal berasal dari kata ‘alal behalal’ dan ‘halal behalal’.

Kata ini masuk dalam kamu Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud 1938.

Dalam kamus ini alal behalal berarti dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa).

Sementara halal behalal diartikan sebagai dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).

Asal usul Halalbihalal berasal dari ide dan gagasan mulia KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948.

KH Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Wahab memperkenalkan istilah Halalbihalal pada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.

Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul ‘Halalbihalal.’

Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja.
Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan.

Sejak saat itu, budaya halal bi halal menjadi tradisi kuat mulai dari pemerintahan Bung Karno hingga rakyatnya.

Halalbihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama.

Hingga kini Halalbihalal menjadi tradis di Indonesia.

Makna Halal Bihalal

Halalbihalal tidak dapat diartikan secara harfiah dan satu persatu antara halal, bi, dan halal. Istilah ‘halal’ berasal dari kata ‘halla’ dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali); halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).

Dari ketiga makna tersebut dapat ditarik kesimpulan makna halalbihalal adalah dosa dan kesalahan masa lalu dapat dilebur dengan ibadah puasa dan disempurnakan dengan saling maaf memaafkan.

Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.

Tradisi Halalbihalal Sudah Ada Sejak Masa Mangkunegara I

Tradisi serupa dengan Halalbihalal diyakini sudah ada sejak masa Mangkunegara I atau yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

Saat itu, untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, setelah salat Idulfitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.

Pada pertemuan ini diadakanlah tradisi sungkem atau saling memaafkan.

Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.

Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: