FWB, Zina, dan Klamidia: Lemahnya Pemahaman Netizen Akan Pendidikan Seksual

Wawasan tentang IMS masih rendah

Salah satu tujuan edukasi seks adalah memberikan wawasan tentang kesehatan seksual dan reproduksi. Ini termasuk risiko IMS yang dapat timbul akibat hubungan seksual seperti HIV/AIDS, atau HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks atau rahim.

Namun, salah satunya akibat langgengnya standar moralitas ideal dalam perdebatan seksualitas, studi saya juga menemukan bahwa kaum muda memiliki pengetahuan yang sangat minim tentang IMS.

Mari kita simak kembali dua komentar netizen di Instagram dan Youtube:

“Kok bisa sih konten yang jelas jelas ngomongin gonta ganti pasangan dibilang s3x education? Sayang banget, kalo belum tau sakitnya, pengobatan kalau udh kena penyakit menular seksual 🥲. Kebetulan saya kerja sebagai farmasi tiap hari nyiapin arv buat pasien, rasanya mirisssssssss. Pasien HIV udh banyak kayak apa. Gak bisa sembuh. Kalau udh gini nyalahin siapa?”

“Ngeri gue sama konsep Fwban yang mereka bilang, ngeri penyakit-penyakitnya, contohnya HIV.”

Walaupun salah satu cara penularannya memang melalui hubungan seksual, namun banyak netizen nampaknya tidak tahu bahwa penularan HIV juga bisa melalui penggunaan jarum suntik, kehamilan, persalinan, atau menyusui.

Selain itu, data percakapan yang saya analisis juga menggambarkan minimnya pengetahuan akan jenis infeksi menular seksual lain yang sangat berbahaya. Di antaranya gonore, meningokokus, Hepatitis B dan C, dan klamidia.

Data percakapan ini juga sejalan dengan temuan Kantor Regional UNICEF di Asia Timur dan Asia Pasifik pada tahun 2019 bahwa 80% perempuan dan 56% laki-laki usia 15-24 tahun di Indonesia tidak dapat menyebutkan jenis dan gejala IMS.

Pentingnya pendidikan seksual di sekolah

Riset ini memperkuat literatur sebelumnya bahwa pemahaman remaja Indonesia terkait seksualitas masih rendah. Tapi, selain itu, studi ini juga memperlihatkan bahwa media sosial tak selalu menjamin akses kepada pendidikan seksualitas yang tepat.

Alih-alih menjadi ruang demokrasi untuk mencari informasi yang seringkali tabu dibicarakan antara orang tua dan anak, media sosial dapat mengandung banyak konten dan komentar kaum muda yang bertentangan dengan tujuan pendidikan seksual itu sendiri.

Ini mengonfirmasi penelitian terdahulu bahwa kaum muda butuh pelatihan dan arahan tentang cara mendapat informasi terkait seksualitas yang dapat dipercaya. Studi ini sangat penting dalam mendorong masuknya pendidikan seksualitas komprehensif ke dalam kurikulum sekolah, disertai dengan penguatan literasi digital di dalamnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: