EDITOR.ID, Jakarta,- Pada tanggal 18 januari 2022 Presiden Jokowi telah resmi sahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi UU no. 3 tahun 2022. Hal tersebut menjadi landasan hukum pembangunan Nusantara dan berbagai unsur pemerintah pusat secara bertahap akan dipindahkan dari Jakarta ke Nusantara di fase awal hingga tahun 2024, atas hal tersebut muncul berbagai pertanyaan terkait level kesiapan serta konsekuensi dari pemindahan IKN.
Merespon hal ini, Perhimpunan Pelajar Indonesia United kingdom (PPI UK) menggelar Diskusi Daring dengan tema ?Perspektif Teknis dan Politis Pemindahan Ibu Kota Negara,? Minggu (20/2) malam.
Ketua Satgas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur IKN, Danis H. Sumadilaga menjelaskan alasan Ibu Kota Negara berpindah. Sedikitnya ada 6 alasan, pertama berkaitan dengan keseimbangan. Sekitar 57% Penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Kedua, kontribusi ekonomi Pulau Jawa 59% terhadap PDB Nasional. Ketiga, mulai munculnya krisis ketersediaan air di Pulau Jawa terutama dalam hal ini DKI Jakarta dan Jawa Timur. Kempat, konversi lahan terbesar di Pulau Jawa.
Lalu, pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi di DKI Jakarta. Terakhir, penurunan daya dukung lingkungan yang mengarah pada ancaman bahaya banjir, gempa bumi dan tanah turun di DKI Jakarta.
?Bukan pemindahan Ibu Kota Negara, yang kita lakukan adalah safeting, mencoba safeting, agar terjadi keseimbangan, itu yang sebenarnya melandasi, melalui pemindahan Ibu Kota Negara,? ucap Danis dalam diskusi daring.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua PPI UK Oki Earlivan Sampurno, mengatakan pemindahan Ibu Kota itu sebenarnya bukan hal yang baru, itu sudah dibicarakan sejak jamannya Pak Karno sebenarnya, lalu ada jamannya Pak Harto, lalu bahkan SBY pun sudah membicarakan hal ini dengan berbagai argumentasi.
?Kalau kita berbicara mengenai konsep IKN, ada dua hal yang saya catat. Yang pertama sustainability, keberlangsungan atau keberlanjutan kota tersebut, dan satunya lagi itu Kota Cerdas atau Smart City,? ucap Oki.
?Yang namanya sentralisasi saat ini itu sudah ditinggalkan, jadi kalau seandainya kita memindahkan Ibukota dari Jakarta dan dibawa ke Kalimantan, dan akhirnya kita akan melakukan sentralisasi kembali, nah maka ini harus di chalenges kembali hipotesanya, apakah betul akan dilakukan sentralisasi di Kalimantan, atau sebenarnya akan terjadi desentralisasi yang lebih baik,? Tambah Ketua PPI UK.
Di sisi lain, Menurut Sekretaris Jenderal PPI UK, Abdul Kodir Addakhil sebagai seorang akademisi pemindahan IKN ini suatu yang cukup dipaksakan dan tergesa-gesa. Ia melihat bahwa setiap pemimpin politik baik di Indonesia atupun di negara-negara lain ingin memiliki sesuatu yang diwariskan bagi rakyatnya agar dikenang.
“Saya melihat Jokowi di era periode kedua ini ingin memiliki ambisi yang sama, ingin menjadi Kepala Negara yang berhasil memindahkan IKN, sebuah kebijakan yang menurut saya tidak pernah dilakukan oleh Presiden sependahulunya, sekalipun Bung Karno saat itu ingin memindahkan jakarta ke Pontianak,? tambahnya.
Abdul Kodir berpesan adanya upaya pemindahan Ibu Kota Jakarta ini yang menjadi terpenting itu jangan sampai memindahkan masalah baru di Kalimantan, yang sampai saat ini problem-problem sosial, ekologis dan kesejahteraan itu belum terselesaikan oleh pemerintah pusat.
Dalam diskusi daring tersebut juga turut hadir sebagai narasumber, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Haris Retno Susmiyati. (Gal)