EDITOR.ID, Jakarta,- Dalam menjalankan kejahatan suap, Jaksa Pinangki ternyata tidak sendirian. Konon kabarnya ia diback up oleh kekuatan besar yang dalam komunikasi Whatsapps tercatat namun sosok “King Maker” tersebut hingga kini tak terungkap. Belum diketahui kenapa sosok besar itu tak terungkap.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta membenarkan adanya sosok ‘King Maker’ dalam kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk kepentingan terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Namun, hakim mengatakan sosok tersebut tidak dapat terungkap selama persidangan.
Hakim menilai keberadaan ‘King Maker’ ditunjukkan berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi percakapan WhatsApp yang isinya telah dibenarkan oleh Terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari, saksi Anita Dewi Anggraeni Kolopaking, serta saksi Rahmat.
“Menimbang bahwa Majelis Hakim telah berupaya menggali siapa sosok ‘King Maker’ tersebut dengan menanyakannya kepada Terdakwa [Pinangki] dan saksi Anita karena diperbincangkan dalam chat dan disebut oleh Terdakwa pada pertemuan yang dihadiri oleh Terdakwa, saksi Anita, saksi Rahmat, dan saksi Djoko Tjandra pada November 2020, namun tetap tidak terungkap di persidangan,” ujar Hakim IG Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2).
Dalam pertimbangannya, hakim menilai rencana aksi atau Action Plan untuk mengurus kepulangan Djoko Tjandra ke Indonesia dengan menggunakan sarana fatwa MA juga benar adanya.
Pinangki bersama-sama dengan Anita dan Andi Irfan Jaya membuat sepuluh rencana aksi dalam Action Plan tersebut. Satu di antara rencana itu adalah mencantumkan pejabat Kejaksaan Agung berinisial BR dan pejabat MA berinisial HA terkait pengurusan permohonan fatwa.
“Dari percakapan 13 Februari 2020 tersebut dapat disimpulkan Action Plan telah dibahas bersama-sama Terdakwa, saksi Anita Dewi Anggraeni Kolopaking, dan saksi Andi Irfan Jaya, kemudian dibuat dalam bentuk surat oleh Terdakwa, kemudian dikirim oleh Terdakwa melalui WhatsApp kepada saksi Anita Dewi Anggraeni Kolopaking untuk dikoreksi,” tutur hakim.
“Uraian Action Plan tersebut ditemukan dalam data-data komunikasi, chat menggunakan aplikasi WhatsApp antara Terdakwa dengan saksi Anita Dewi Anggraeni Kolopaking. File document Action Plan format jpg,” lanjutnya.
Dalam perkara ini, Pinangki divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Ia dinilai terbukti secara sah dan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana suap, tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pemufakatan jahat terkait sengkarut penanganan perkara terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Hakim membeberkan beberapa poin yang memberatkan hukuman di antaranya Pinangki disebut menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain, berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahan serta, menikmati hasil kejahatan. (tim)