EDITOR.ID, 28 Oktober tiap tahunnya dikenal sebagai hari Sumpah Pemuda. Dalam Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda, gedung Kramat 106 menjadi tempat tinggal pelajar yang tergabung dalam Jong Java sejak 1925.
“Mereka kebanyakan pelajar Sekolah Pendidikan Dokter Hindia alias Stovia,†seperti dikutip artikel Jejak Samar Bapak Kos Dokter Politik dari Timur di majalah Tempo, 2 November 2008.
Tercatat Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, Mohammad Tamzil, atau Assaat dt Moeda, pernah tinggal di sana.
Sekitar 92 tahun yang lalu atau pada 28 Oktober 1928, para pemuda pemudi Indonesia mengikrarkan Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.
Sumpah yang sekarang disebut Teks Sumpah Pemuda ini tidak lahir begitu saja. Namun Apajadinya jika Sumpah Pemuda dikhianati dengan perkembangan pemuda millenial sekarang?
Pemuda Indonesia abad 21 khususnya periode 2000 – an lalai dengan teknologi dan aplikasi sesat dan memundurkan kemajuan berfikir, rasa simpati, empati serta nasionalisme.
Kemunculan Aplikasi Tiktok karya negeri Tiongkok tidak lepas dari kebanggaan yang jutru menjadi kemunduran pemuda – pemuda negeri nusantara ini.
Pemuda dulu bersatu dengan bambu runcing, diskusi terus aksi, pemuda sekarang bersatu dengan tiktok.
Sumpah pemuda ke 92 ini diharapkan pemuda Indonesia tidak melupakan sejarah, sejarah paling pahit adalah dijajah oleh bangsa lain dengan menerapkan perbudakan paksa fisik.
Penjajahan saat ini melalaikan fisik, menurunkan pola pikir, memainkan roda ekonomi liberal keranah digital.
Tiktok mengkhianati nasionalisme kita, pejuang kemerdekaan dan pemuda deklarator sumpah pemuda itu sendiri.
Sumpah Pemuda ini merupakan salah satu pilar utama kemerdekaan Indonesia, untuk itulah hari bersejarah tersebut diabadikan menjadi hari yang selalu diperingati setiap tahunnya.
Seperti kutipan kata mutiara Bapak Bangsa Ir. Sukarno, “Aku lebih senang pemuda yang merokok dan minum kopi sambil diskusi tentang bangsa ini, daripada pemuda kutu buku yang hanya memikirkan dirinya sendiri.”
Bersatulah anak muda menjadi pemuda-pemudi yang dapat mengharumkan bangsa, dan menjaga marwah bangsa dari cengkraman ideologi asing serta pengaruh negatif yang merusak pola pikir identitas kepemudaan kita.
Penulis adalah Mahasiswa Magister Kajian Asia Tenggara FIB UI