UU Cipta Kerja: Demo Buruh dan Mosi Tak Percaya Ekstra Parlementer

Status karyawan hanya menjadi tenaga kerja harian. Jam istirahat: hanya satu jam. Hari Jumat juga sama. Tak mempertimbangkan kegiatan suci: shalat Jum`atan.

Mempermudah rekrut tenaga kerja asing (TKA) kasar tanpa izin tertulis dari menteri dan pejabat yang ditunjuk (amandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003). Jaminan sosial dan ketenagakerjaan hilang. Libur Hari Raya hanya pada tanggal merah.

Seusai ketok palu persetujuan UU Cipta Kerja, Sarikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) langsung menggelar jumpa pers. Isinya tunggal: menolak dan langsung memberikan komando kepada seluruh pekerja di Indonesia untuk mogok kerja selama tiga hari (6–8 Oktober).

Bukan tak mungkin, masa pemogokan lebih lama. Dan pemogokan nasional itu kini sudah menyeruak di berbagai daerah. Sudah terjadi arak-arakan massa ke jalan, bahkan mahasiswa sudah turun gunung terpanggil berjuang.

Yang perlu kita soroti lebih jauh, apakah aksi demo ini akan meluas dan melibatkan elemen lain diseluruh provinsi di Indonesia?. Melihat gelagat kasat mata akan terjadi gelombang demo ekstensif hari hari kedepan.

Sekedar kilas balik, demo buruh dan tenaga kerja dengan isu tidak krusial seperti UU Cipta Kerja saat ini, pada 20 September 2012 lalu dikawasan industri Tengerang dan Cikarang, implikasinya, luar biasa.

Demo mengambil strategi tertumpah pada jalan tol. Dimana efek dominonya terjadi kemacetan ke jalan arteri sekitarnya dan berakibat lumpuhnya angkutan barang dan transportasi jasa termasuk pengguna pribadi lainnya.

Akibat ketersendatan transportasi barang, menurut Kementerian Perindustrian, kerugian material akibat demo buruh kala itu mencapai Rp 190 trilyun dalam sehari.

Perhitungan kerugian material ini belum mencakup kerugian bagi kalangan lainnya seperti perusahaan jasa yang tertunda kegiatannya.

Jika hari hari kedepan negeri ini sarat dengan aksi demo dan pemogokan pasca UU Cipta Kerja, katakanlah 10 hari, maka di depan mata sudah tergambar tingkat kerugian yang harus diterima, plus minus Rp 1.900 trilyun.

Mungkin bisa lebih jika diukur dari nilai saat ini. Fantastis, betapa luar biasanya energi pekerja dan buruh merobohkan ekonomi negeri ini jika mereka bergerak. Prediksi perpanjangan masa demo bukanlah hipotetis.

Mengingat demo pekerja dan buruh era kini menyangkut “hidup mati” yang dilegalkan melalui Omnibus Law Cipta Kerja. Dimana poin krusialnya, tidak ada

karyawan tetap, diganti kontrak “abadi”. Legalisasi TKA kasar yang tertuang dalam UU itu juga dinilai menutup rapat peluang pekerja lokal.

Investor dan pekerja asing dimanjakan. Intinya, kerangka UU Cipta Kerja menggerus kepentingan pekerja lokal, yang memburamkan masa depan pencari kerja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: