Quo Vadis Single Bar Peradi

Hal ini menimbulkam pemikiran untuk kembali menjadikan Organisasi Advokat PERADI sebagai wadah tunggal yang menyeluruh (absolut) justru cenderung akan menimbulkan tindakan koruptif oleh pemegang kekuasaan tunggal.

Sebagaimana yang dikatakan oleh LUHUT MP PANGARIBUAN dalam satu kesempatan, LUHUT PANGARIBUAN memberikan alternatif untuk rekonsiliasi Organisasi Advokat sebaiknya single bar dalam Kode Etik Advokat KEA, Dewan Kehormatan DK, yang kemudian diperluas dalam tatanan REGULASI PKPA UPA, dan Sumpah.

Artinya Organisasi Advokat kedepan kalau diilustrasikan seperti rumah satu atap (KEA, DK, PKPA, UPA, SUMPAH), tapi banyak kamar (organisasi-organisasi advokat yang sudah ada), dengan demikian nanti berjalannya waktu yang akan menentukan dan menilai organisasi advokat yang mana yang tetap bertahan dan tetap concern menjaga kwalitas profesi yang terhormat atau nobille ini.

Pada tahun 2015 silam soal kedudukan hukum organisasi advokat sebenarnya sudah jelas dan clear. Jika merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUUXII/2014 dan 36/PUU-XIII/2015 menunjukkan bahwa secara de facto organisasi advokat direpresentasikan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia dan Kongres Advokat Indonesia. secara de jure merepresentasikan model single bar oleh Perhimpunan Organisasi Advokat.

Sehingga isu Single Bar atau Multi Bar sudah final. Kita menggunakan konsep Single Bar secara de jure tapi secara de fakto banyak organisasi advokat.

Sebenarnya bukan menjadi ranah Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan organisasi mana yang “Legitimate”, karena organisasi advokat merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.

Jika terdapat sengketa dalam internal organisasinya maka harus bisa diselesaikan sendiri tanpa intervensi dari lembaga lain sebagai bentuk profesionalisme advokat.

Sebagai konsekuensi dari organisasi bebas dan mandiri yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, siapapun selain dari organisasi Advokat itu sendiri tidak bisa mencampuri bahkan mengintervensi konflik ini. penyelesaian konflik internal ini bisa dimaknai pula sebagai bentuk sikap profesionalitas para Advokat untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Persoalan single bar atau multi bar hal ini merupakan kewenangan pembentuk Undang-Undang untuk menentukan model mana yang digunakan. Akankah tetap single bar atau berubah menjadi multi bar. Hal ini esensinya adalah sebagai bagian dari kebijakan hukum yang terbuka yang menjadi kewenangan bagi pembentuk Undang-Undang (Presiden dan DPR) beserta pemangku kepentingan (para advokat dan organisasi advokat) untuk menentukan apakah akan menjadi organisasi tunggal atau berubah menjadi multi organ.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: