Pakar Pidana Joko Sriwidodo: Keadilan Restoratif Harus Punya Kemanfatan Bagi Korban Kejahatan

Adanya unsur restorative justice, menurut Joko Sriwidodo sudah ada dalam UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP meski tidak secara eksplisit. Yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 54 yang mengatur pedoman pemidanaan wajib mempertimbangkan pemaafan dari korban atau keluarga korban.

Prof Cand Dr Joko Sriwidodo, SH MH MKn, CLA Pakar Hukum Pidana

Jakarta, EDITOR.ID,- Pakar hukum pidana Universitas Bhayangkara Prof (Cand) Dr Joko Sriwidodo mengatakan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru kini sudah berorientasi pada hukum pidana modern yang mengedepankan upaya pemulihan korban dan masyarakat, serta pencegahan tindak pidana di masa depan. Paradigma baru ini meliputi keadilan kolektif, restoratif, dan rehabilitatif.

Ini menggambarkan model pemidanaan KUHP baru sudah tidak berorientasi pada hukum pidana klasik, yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam (keadilan retributif), tapi sudah menggunakan pola keadilan kolektif, restoratif dan rehabilitatif.

“Sehingga kehadiran KUHP baru ini telah menggeser konsep dan model penegakan hukum pidana dari paradigma hukum pidana klasik ke tujuan hukum pidana modern,” ujar Joko Sriwidodo dalam penjelasannya di Jakarta, Senin (12/2/2024).

“Dimana dalam keadilan restoratif penyelesaian hukum ditujukan kepada korban, di mana korban harus dipulihkan akibat kejahatan yang dilakukan oleh pelaku. Sementara itu, keadilan rehabilitatif ditujukan kepada korban dan pelaku,” katanya.

Adanya unsur restorative justice, menurut Joko Sriwidodo sudah ada dalam UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP meski tidak secara eksplisit. Yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 54 yang mengatur pedoman pemidanaan wajib mempertimbangkan pemaafan dari korban atau keluarga korban.

“Dalam KUHP juga membuka peluang bagi hakim untuk memberikan pengampunan atau judicial pardon. Hal ini menjadi dasar fundamental berubahnya arah pemidanaan,” kata Joko.

Dalam menerapkan metode keadilan restoratif ini, lanjut Joko Sriwidodo, diterapkan asas dominus litis dan diskresi bagi aparat penegak hukum untuk menilai dapat dapat tidaknya dilakukan penuntutan terhadap suatu perkara. Hal tersebut juga menjadi kewenangan jaksa.

“Namun penegak hukum harus mempertimbangkan aspek kemanfaatan hukum saat menerapkan cara restoractive justice, apakah penyelesaikan dengan metode ini akan memberikan kemanfaatan dan kepastian hukum bagi pihak yang berperkara,” tuturnya.

Lebih lanjut Prof (cand) Joko Sriwidodo mengatakan, penyelesaian restotactive justice memberi harapan bahwa saat suatu perkara dihentikan atau dilanjutkan penuntutannya ke pengadilan bisa mencapai tujuan universal hukum yakni memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi semua pihak, khususnya para pihak berpekara.

Joko Sriwidodo berpandangan penerapan keadilan restoratif mempertimbangkan upaya memulihkan kondisi korban seperti sediakala, dan korban mendapatkan hak-haknya sebagaimana mestinya. “Ini berarti aparat penegak hukum, khususnya jaksa, harus mempertimbangkan aspek kemanfaatan,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: