Miris, SD Di Tangsel Pungli Ortu Siswa Hingga Rp 2,2 Miliar

Berlarut-larutnya proses kasus dugaan pungli yang dilaporkan oleh Rumini, guru honorer sekolah dasar yang kemudian dipecat karena melaporkan kejadian itu, membuat publik akhirnya bertanya-tanya.

Adanya bukti berupa kwitansi dan kesaksian para wali murid akan kebenaran ada pungutan untuk pembelian buku dan les komputer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Pucung 02, tak juga membuat penegak hukum meningkatkan status kasus dugaan pungli ini.

Pengamat hukum dari Universitas Pamulang, Bachtiar menyebutkan, dugaan pungli dalam kasus Rumini adalah kriminal murni. Bachtiar juga menjelaskan, dalam kasus ini, aparat penegak hukum (APH) dapat langsung memproses kasus tersebut manakala menemukan adanya kejahatan pungli itu.

“Namun bisa juga diawali dengan adanya laporan dari masyarakat. Berdasarkan laporan tersebut, APH melakukan penyelidikan maupun penyidikan,” kata Bachtiar, Senin (29/7/2019).

Bachtiar menilai, dalam kasus Rumini, seharusnya aparat penegak hukum sudah menaikan tahapannya menjadi penyidikan, karena sudah mencukupi 2 alat bukti.

“Sudah mencukupi 2 alat bukti, aparat bisa menindaklanjuti dengan segera melakukan penyidikan,” kata Bachtiar.

Dia melanjutkan, kasus semacam Rumini ini sudah sering terjadi. “Sering terjadi seperti ini, berusaha membongkar kebobrokan sekolah, malah dikriminalisasi,” kata Bachtiar.

Bachtiar menerangkan, dalam kasus dugaan pungli yang diungkap Rumini, jika pungli tersebut dilakukan oleh penyelenggara negara maka perbuatan itu masuk dalam pidana korupsi.

“Tindakan pungli dapat dikenakan delik Pasal 368 KUHP apabila pungli tersebut disertai ancaman. Jika pungli dilakukan penyelenggara negara, maka dikenakan tindak pidana korupsi sehingga pemberi dan penerima pungli tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan pelanggarannya,” kata Bachtiar.

Pada akhir Juli 2019 silam kasus praktek Pungli juga sempat dikeluhkan wali murid SDN Bambu Apus 01, Pamulang, Tangerang Selatan. Wali murid mengeluh lantaran harus membayar sejumlah buku Lembar Kerja Siswa (LKS).

Padahal, mereka mengetahui bahwa seharusnya buku tak perlu membeli karena semuanya sudah ter-cover oleh dana Bantuan Oprasional Sekolah Nasional (BOSNas) atau BOS Daerah (Bosda).

Wali murid merasa keberatan LKS diperjualbelikan. Irma, wali murid di SDN Bambu Apus 01 mengatakan, dia sudah menyampaikan keluhannya kepada pihak sekolah, karena mengetahui bahwa praktik jual-beli LKS di sekolah sudah tidak diperbolehkan, namun sekolah tidak mengindahkan keluhan yang disampaikannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: