MA Bebaskan Terdakwa Koruptor BLBI

Sehingga majelis kasasi melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum atau ontslag van allerechtsvervolging.

“Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,” ungkap Abdullah.

Terdakwa Syafruddin pun bisa menghirup udara bebas. Pasalnya, hari ini 9 Juli 2019 adalah masa berakhirnya tahanan Syafruddin. Sehingga penasihat hukum Syafruddin pun sedang dalam perjalanan menjemput kliennya di rutan gedung KPK yang berlokasi di belakang gedung Merah Putih KPK.

Pengacara Syafruddin, Hasbullah dan rekan-rekannya sudah berada di rutan KPK, Gedung Merah Putih KPK sejak sekitar pukul 15.00 WIB untuk menjemput kliennya. Namun, dari informasi yang dihimput, Syafruddin baru dapat keluar rutan sekitar pukul 20.00 WIB setelah jaksa KPK mendapatkan salinan putusan MA.

“Kami sekarang ‘on the way’ menjemput Pak SAT ke rutan,” kata pengacara Syafruddin, Hasbullah saat dihubungi.

Dalam perkara ini, Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada 1998. BDNI mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian “Master Settlement Aqcuisition Agreement” (MSAA).

BPPN menentukan Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp47,258 triliun yang terdiri dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp35,6 triliun dan sisanya adalah simpanan pihak ketiga maupun letter of credit.

Sedangkan aset yang dimiliki BDNI adalah sebesar Rp18,85 triliun termasuk di dalamnya utang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Sjamsul Nursalim yang awalnya disebut Sjamsul sebagai piutang padahal sebenarnya adalah utang macet (misrepresentasi).

Dari jumlah Rp4,8 triliun itu, sejumlah Rp1,3 triliun dikategorikan sebagai utang yang dapat ditagihkan (sustainable debt) dan dibebankan kepada petambak plasma dan yang tidak dapat ditagihkan (unsustainable debt) sebesar Rp3,5 triliun yang dibebankan kepada Sjamsul sebagai pemilik PT DCD dan PT WM berdasarkan keputusan KKSK pada 27 April 2000 yang dipimpin Kwik Kian Gie.

Namun berdasarkan keputusan KKSK pada 29 Maret 2001 yang dipimpin Rizal Ramli, utang yang dapat ditagih menjadi Rp1,1 triliun dan utang tidak dapat ditagih menjadi Rp1,9 triliun berdasarkan kurs Rp7000/dolar AS. Sjamsul tetap menolak membayarkan utang tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: