Asri Hadi Bertemu Hariman Siregar di HUT ke-23 INDEMO dan Peringatan 49 tahun Peristiwa Malari

Wartawan senior yang juga Ketua Dewan Redaksi EDITOR.ID ikut hadir di acara tersebut. Asri Hadi mengatakan bahwa peristiwa Malari 1974 tak boleh dilupakan dan harus menjadi pelajaran sejarah bagi bangsa ini dalam menghadapi kekuatan asing terutama kekuatan imperialisme modal raksasa.

Dalam dialog kami dengan Jenderal Pur Soemitro di kantornya Kemang Jakarta Selatan, memantik libido berpikir kami, karena rupanya Soeharto ikut merestui pembubaran gerakan mahasiswa Malari 74 dengan cara- cara distruktif.

Jelas sudah bahwa, setiap ada gerakan mahasiswa atau aktivitas kampus maka di sana ada monitoring yang mana dipakai sebagai alat penyadap dan cipta kondisi (cipkon) dalam internal kampus.

Peristiwa Malari 74 mengingatkan kembali pada kita bahwa perubahan itu selalu ada. Gerakan mahasiswa 74 sebagai pelopor gerakan berikutnya yang membangun dan memperjuangkan gerakan moral dan integritas, militansi pada nilai-nilai idealisme mahasiswa dan kaum muda.

Benedict Anderson dalam tulisannya yang cukup rinci dalam kitab buku babon Revoloesi Pemoeda pendudukan Jepang dan perlawanan di Jawa 1944-1946.

Pak Ben menganalisis secara rinci dan intensif asal mula revolusi Indonesia. Dan ada ciri penting dalam revolusi di Indonesia yang memiliki perbedaan dengan revolusi-revolusi modern lainnya. Revolusi Indonesia tidak dapat di terangkan secara memuaskan baik melalui analisis marxis konvensional maupun dipandang dari segi alienasi kaum cendikiawan.

Pak Ben juga menyinggung watak penjajahan akan mempengaruhi kesadaran politik generasi muda. Terutama dalam perjuangan dan perubahan sosial.

Demikian pula kesadaran akan bernegara dan berbangsa, kaum muda menjadi ujung tombak atau avant guard. Kaum muda di sini adalah kaum cendikiawan, kaum intelektual, yang notabene menyandang status mahasiswa. Harus memiliki kesadaran jauh ke depan untuk estafet membangun bangsa negara dengan tanpa ada keterbelahan sosial.

Hari ini kita diingatkan kembali 49 tahun silam. Kaum muda, mahasiswa telah mengukir sejarah dan mengingatkan kepada bangsa ini, agar tidak mudah menerima tawaran hutang negara dalam bentuk investasi.

Sebab, investasi yang sedianya untuk kesejahteraan rakyat itu ternyata disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, kelompok atau untuk melanggengkan kekuasaan.

Investasi tidak ada gunanya jika rakyat masih banyak yang miskin. Investasi tidak ada dampaknya manakala rakyat masih banyak tertinggal cara berpikirnya. Investasi tidak ada manfaatnya apabila sumber daya alam dieksploitasi, dikeruk secara ugal-ugalan oleh pemerintah sementara masyarakat sekitar tambang, sekitar hutan, sekitar pesisir lautan, hanya sekadar menjadi pelengkap penderita dan alat menghibur kaum pemilik modal (oligarki).

49 tahun lalu kita sudah diingatkan oleh para aktivis senior pendahulu kita, untuk membangun kebersamaan dalam berbudaya, etika, semangat kebersamaan, berdemokrasi. Tapi kali ini kita mendapat derita dan menelan pil pahit, karena negara diurus oleh orang yang salah. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: