Tidak banyak pejabat di Indonesia yang berani mempersoalkan kebijakan KPK tentang aturan wajib menyetor LHKPN ini. Karena bisa jadi mereka akan disorot KPK dan para aktivis anti-korupsi.
Oleh : Tony Hasyim
Wartawan Senior
Awal Maret 2019, Wakil Ketua DPR Fadli Zon pernah mengusulkan agar KPK menghapus aturan LHKPN dan fokus kepada pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara melalui data pajaknya. Tapi akibatnya Fadli dibully oleh buzzer pendukung KPK.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, usulan Fadli tersebut tidak bisa dilaksanakan karena SPT (Surat Pemberitahauan Tahunan) Pajak sifatnya sangat rahasia dan tidak bisa diakses semua orang.
Sedangkan LHKPN ditujukan agar kepemilikan harta seorang penyelenggara negara bisa dicek dan diklarifikasi kebenarannya.
Argumen pejabat KPK ini sebetulnya mudah disangkal. Dalam pembuktian tindak pidana korupsi sebetulnya KPK bisa meminta akses ke rekening tersangka korupsi. Dasar hukumnya adalah pasal 12 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi berwenang meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan uang tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
Logikanya, jika KPK bisa mengakses kerahasiaan data perbankan, harusnya KPK bisa juga menembus kerasahasian data pajak. Tinggal koordinasi dengan Menteri Keuangan. Apa sulitnya?
Yang perlu dipahami, Dharma dan Buwas adalah polisi reserse. Semua reserse di dunia menganut doktrin post factum, bahwa tindakan penyelidikan dan penyidikan baru dilakukan setelah tindak pidana terjadi.
Hal ini yang membedakan reserse dengan komunitas intelijen. Profesi yang terakhir ini memang lazim bertindak atas dasar “kecurigaanâ€.
Jika KPK bersikeras mengecek dan mengklarifikasi semua harta kekayaan penyelenggara negara sebelum yang bersangkutan menjadi tersangka tindak pidana korupsi, patut dipertanyaan KPK ini lembaga penegak hukum atau lembaga intelijen?
Menurut hemat penulis, aturan pelaporan dan pengumuman LHKPN ini adalah produk hukum yang lebay (mengada-ada). Sampai saat ini tidak ada alasan historis dan logis dari lahirnya aturan soal LHKPN ini.
Sejauh ini beberapa kalangan, termasuk pejabat di KPK, menyebut bahwa kewajiban melapor LHKPN adalah tolok ukur kejujuran bagi setiap penyelenggara negara. Tapi tidak ada satupun pertimbangan hukum, pasal dan penjelasan dari aturan terkait LHPKN yang menyebut secara eksplisit alasan-alasan dibalik kewajiban melapor LHKPN itu.