Sukses Tangkap Puluhan Koruptor, KPK Justru Dibonsai

Oleh : Edi Winarto
Pemerhati Masalah Korupsi

Keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode Agus Rahardjo dalam menangkapi politisi busuk yang hobi korupsi, mulai dari kepala daerah hingga politisi di DPR, ternyata kurang berkenan bagi sebagian kalangan.

Buntutnya, berbagai cara dilakukan untuk “memandulkan” sikap agresif dan “galaknya” KPK era Agus Rahardjo cs dalam menumpas kejahatan korupsi yang kian merajalela. Terakhir menjelang lengser dan diganti pimpinan KPK baru nanti, terbukti jajaran KPK era Agus Rahardjo kian galak menangkapi para koruptor.

Hanya butuh satu hari saja, KPK sudah bergerak senyap dan berhasil membongkar tiga kasus suap dan korupsi dalam operasi tangkap tangan (OTT)

Pertama adalah OTT KPK di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan pada Selasa (3/9/2019) malam. Dalam penangkapan ini, KPK menciduk Bupati Muara Enim Ahmad Yani bersama enam pelaku terkait kasus suap proyek di lingkungan Dinas PUPR di Kabupetan Muara Enim.

Berselang beberapa jam kemudian, KPK kembali mengumumkan telah melakukan operasi tangkap tangan di Jakarta. Kali ini terkait dugaan suap distribusi gula di PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III tahun 2019.

Di kasus ini, komisi antirasuah juga menetapkan tiga orang tersangka dan menangkap sang direktur PTPN III Dirut PTPN III Dolly Pulungan (DPU) dan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana (IKL).

Ketiga, KPK mengungkap kasus suap Suryadman Gidot, Bupati Bengkayang Kalimantan Barat yang tertangkap tangan menerima suap dari Kepala Dinas PUPR dan Pendidikan untuk “membeli” proyek milik Pemda Bengkayang.

Semua prestasi KPK era Agus Rahardjo mengungkap kejahatan korupsi belum tentu memuaskan sebagian kalangan. Terbukti, posisi KPK justrus terus dilemahkan dengan berbagai jurus dan strategi menjadikan lembaga ini tak berdaya.

Upaya tersebut sudah tercium secara bau, namun belum terbukti secara nyata. Pertama, dalam seleksi calon pimpinan (capim) KPK, terlihat Pansel memilih sosok calon yang berkarakter “soft” dan kurang menyukai cara-cara KPK menggelar OTT dan menyadap pejabat korup.

Kedua, DPR kompak ketok palu menyetujui revisi UU KPK sebagai hak inisiatif DPR. Revisi UU KPK ini menunjukkan betapa kurang bahagianya DPR dalam mengapresiasi keberhasilan KPK memberangus pejabat korup. Pasalnya, tokoh-tokoh yang dijebloskan ke dalam penjara itu bisa jadi teman mereka.

Banyak politisi di DPR, DPRD dan Kepala Daerah menjadi “korban” sikap tegas dan tanpa pandang bulu dari KPK. Jika memang para politisi itu melakukan praktek korupsi, tanpa segan-segan KPK menindaknya. KPK tidak melihat darimana mereka berasal. Apakah partai penguasa negeri ini seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Nasdem, atau partai lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: