PLTN Terapung Keunggulan Rusia

russia nuclear arctic environment science

Oleh : Drs Markus Wauran
Penulis Pemerhati Masalah Nuklir, Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI
Mantan Anggota DPR

markus wauran
markus wauran

EDITOR.ID, Jakarta,- Berdasarkan data Power Reactor Information System (Pris), 439 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang tersebar di 33 Negara, umumnya dibangun didarat, dekat laut atau sungai, karena memerlukan air yang cukup banyak.

Karena PLTN yang dibangun didekat sungai, jika musim panas tiba termasuk musim panas yang berkepanjangan, airnya yang mengalir tetap seperti sediakala tidak boleh berkurang apalagi mengering.

Dalam perkembangan saat ini, ada PLTN yang dibangun bukan didaratan, tetapi diatas kapal yang bisa. bergerak kemana-mana untuk memenuhi kebutuhan listrik di-area pulau/pantai. PLTN tersebut disebut PLTN TERAPUNG (Floating Nuclear Power Plant).

Pada Agustus 2019, Rusia meluncurkan PLTN Terapung pertama didunia dengan nama AKADEMIK LOMOSONOV. Lomosonov adalah nama seorang akademisi/ilmuwan yang bernama lengkap Mikhail Vasilyevich Lomosonov atau lebih dikenal dengan sebutan Mikhail Lomonosov (bahasa Rusia: ??????? ??????????? ??????????).

Ia lahir pada 19 November 1711 ? 15 April 1765), seorang polymath Rusia sejarawan, dan penulis yang telah membuat kontribusi yang penting dalam bidang sastra, pendidikan, dan sains Rusia.

Satu di antara penemuannya adalah atmosfer Venus. Dia juga berpengaruh dalam bidang sains seperti sains alam, kimia, mineralogi, sejarah, seni, filosofi, alat optik dan lain sebagainya.

DR. Mursid Djokolelono(lulusan Institut Teknologi Energi, Moskow), dalam bukunya yang berjudul ?PLTN TERAPUNG UNTUK PRODUKSI LISTRIK DAN AIR BERSIH: Sebuah Opsi Bagi Wilayah Kepulauan?, mengartikan PLTN Terapung adalah PLTN yang dipasang diatas tongkang lengkap dengan switchyard dan peralatan transmisi, tetapi untuk berpindah tempat, maka kapal (tongkang) itu sendiri perlu dihela (penulis: ditarik) kapal lain.

Sebenarnya gagasan pertama PLTN Terapung menurut DR. MursId berasal dari Richart Eckert, Wakil Presiden New Yersey Public Services and Gas, AS. Westinghouse Corporation dan Tenneco bahkan telah menunjuk perusahaan barunya, Offshore Power Systems, untuk membangun beberapa unit PLTN Terapung dari jenis PWR (Pressurized Water Reactor) yang akan menghasilkan masing2 1150MWe.

PLTN ini akan ditempatkan 12mil di-timur laut Atlantic City untuk dioperasikan thn 1980-1981. Namun proyek ini dihentikan karena berbagai alasan. Di Indonesia ada contoh Pembangkit Listrik Terapung, yaitu PLTG (Pembangkit Listrik Turbin Gas) yang dibuat oleh PT PAS Surabaya bekerjasama dengan perusahaan IHI(Ishikawajima Harima Heavy Industries) dari Jepang.

PLTG 30MW diatas tongkang ini dilengkapi dengan penyimpanan bahan bakar minyak dan switchyard, dipesan dan dioperasikan oleh P.T. PLN Sektor Barito Gardu Induk Seberang Barito, ditepi sungai Barito Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Tambatannya dilakukan dengan cara pemasangan klem yang dihubungkan dengan tambatan dolphin, sehingga tambatan tetap erat tetapi fleksibel terhadap ombak dan pasang surut laut. Ini terjadi pada thn 1997.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang dapat dipindahkan, disebut dengan PLTN lepas pantai (Offshore Nuclear Power Plant-ONPP), sudah dikembangkan oleh bebebepa negara dengan berbagai tipe dan daya keluarannya. Amerika mengembangkan dengan daya 125 MWe dan NuScale 45 MWe per modul, yang keduanya berbasis PWR.

Rusia selain yang disebutkan diatas juga mengembangkan SVBR100 dengan daya 100 MWe per modul. Jepang mengembangkan 4S (super safe, small and simple) 10 MWe, India membangun sebesar 100 KW(th) dinamakan CHTR (Compact High Temperature Reactor).

Kemudian Korea membangun SMART (System Integrated Modular Advanced Reactor) 100 MWe, Argentina dengan CAREM-300 (Central Argentina de Elementos Modulares) sebesar 300 MWe, Perancis mengembangkan Flexblue, dengan keluaran listrik antara 50 MWe sampai dengan 250 MWe.

Sebuah PLTN dapat di-disain untuk dipasang didalam kapal, agar kapal dapat berlayar dan menunaikan tugasnya dilautan atau disungai oleh energi yang dibangkitkan dari reactor nuklir tsb.

Reaktor nuklir digunakan untuk propulsi kapal. Cara ini banyak dipakai oleh kapal induk yang dimiliki Rusia, AS dan berbagai Negara. Varian lain, PLTN dipasang diatas tongkang. Reaktor nuklirnya dibangun disebuah pabrik, dipasang menjadi PLTN terapung diatas tongkang.

Untuk pemanfaatannya tongkang PLTN itu harus dihela/ditarik sampai ke-lokasi kerja karena tiak dapat berlayar (bergerak) sendiri. Tongkang dapat ditambatkan selama PLTN bisa beroperasi dan di-isi ulang bahan bakar nuklirnya dan kemudian dibawa kembali ke pabrik asal pada saat diperlukan general overhaul, atau masa baktinya habis, atau setelah PLTN Terapung baru telah siap dipasang sebagai penggantinya, demikian Dr. Mursid dalam bukunya yang disebut diatas.

Terkait PLTN Terapung Rusia, sebenarnya memiliki sejarah yang panjang. Berawal dari penggunaan reaktor nuklir untuk sumber energi bagi propulsi kapal pemecah es.

Kapal pemecah es dibutuhkan karena pantai utara Rusia berbatasan dengan kutub utara dimana jika pada musim dingin pantai utara Rusia dan barat ke timur lautnya tertutup es dan penduduk yang tinggal dipantai utara tsb sulit dijangkau.

Karena kondisi dan tantangan ini, maka Rusia merancang kapal pemecah es. Kapal pemecah es bertenaga nuklir yang pertama bernama LENIN. Kapal ini awalnya menggunakan 3 reaktor PWR, OK-150, lalu dimodifikasi dengan hanya 2 reaktor OK-900, kemudian 2 reaktor OK-900A.

Karena sukses, maka varian dengan 2 reaktor OK-900A ini diulang pada 6 kapal berikutnya yaitu: 1. Arktika; 2. Sibir(Siberia); 3. Rossiya(Rusia); 4. Sovietsky Soyuz(Uni Sovjet); 5. Yamal; 6. Let Pobyedy(50 tahun Kemenangan).

Generasi berikutnya adalah reactor KLT-40, jenis PWR juga, yang memiliki 2 fungsi, yaitu disamping propulsi pemecah es, juga sebagai kapal transport. Dalam varian ini ada kapal transport Seymorput, Taymir dan Vaygach.

Kemudian berkembang modifikasi KLT-40M, dimana reaktor nuklir untuk propulsi kapal, yang juga dapat beroperasi disungai. Dalam perkembangan selanjutnya, muncul modifikasi KLT-40S sebagai PLTN Terapung diatas tongkang.

Pltn Terapung KLT-40S ini disain tehnisnya disetujui oleh Kepala Kementerian Tenaga Nuklir Rusia(Minatom) Alexander Rumantyev tgl. 28 Oktober 2002 yang sebelumnya telah disetujui Presiden Ros-energo-atom Oleg Sarayev dan Direktur Badan Galangan Kapal Rusia, Vladimir Pospelov.

Proyek KLT-40S ini mulai didanai akhir 2002? an direncanakan beroperasi tahun 2008. Rencana semula, lokasi proyek KLT-40S ini akan dibangun di Pevek, di wilayah Chukotka(pantai utara Rusia wilayah Timur Laut), kemudian dipindahkan ke- Severodvinks(pantai utara Rusia wilayah barat laut).

Severodvinsk saat ini adalah kota pelabuhan modern dengan berbagai industri didalamnya termasuk tempat konstruksi dan reparasi kapal selam nuklir. Ternyata proyek ini tidak jalan karena berbagai hambatan antara lain kesulitan dana.

PLTN Terapung KLT-40S rincian karakter teknisnya secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut: panjang tongkang 140M, lebar tongkang 30M, tinggi lambung 10M, bagian dibawah air 5,6M, bobot mati 21.000 ton, jumlah kabin 64 dan cadangan 10, umur 40 tahun, tipe reactor PWR loop type, jumlah reaktor dalam satu tongkang 2 unit, daya termal 2 X 150 MWth(atau sekitar 35MWe), interval penggantian bahan bakar bakar 2,5-3 tahun, konsumsi bahan bakar nuklir 2 X 67 Kg U-235 /tahun(dibandingkan dengan bahan bakar minyak 120.000 ton/tahun dan batubara 200.000 ribu ton/ tahun), generator diesel darurat 4(4X300kw), jaringan generator darurat 4(tegangan 400V), transformator 8(daya nominal 8X16 KVA).

Sistim listrik KLT-40S terdiri atas 3 yakni :
1. Sistim produksi dan transmisi elektro-energi;
2. Pasokan listrik untuk penggunaan sendiri pada operasi normal;
3. Sistim pasokan listrik untuk keadaan darurat. Perbedaan pokok desain PLTN diatas tongkang dari PLTN yang stasioner diatas daratan adalah kekompakan dan ketahanan terhadap goncangan.

Seperti pada PLTN pada umumnya, desain haruslah memastikan bahwa pada kondisi berat/darurat, reaktor akan tetap utuh, kedap, terpadamkan dan terdinginkan.

KLT-40S juga telah memenuhi aturan2 Rusia , misalnya sbb.:
1. Prinsip umum syarat Keselamatan;
2. Peraturan Keselamatan Nuklir Untuk Reaktor PLTN;
3. Standard Keselamatan Radiologi;
4. Standard Kesehatan, TH 2.6.1.054-96, UU Federasi Rusia, Keselamatan Radiologi Bagi Penduduk;
5. Peraturan Tentang Klasifikasi dan Pembuatan Kapal Nuklir Bagi Register Navigasi Kapal Laut Rusia.

Disisi lain, KLT-40S telah memenuhi berbagai Rekomendasi IAEA (International Atomic Energy Agency) seperti konsep ?defence in depth, proven engineering practices, fail-safe principle, redundancy, diversity and independence, deterministic and probabilistic, safety assessment, passive systems, man-machine interaction, severe accident.

Selanjutnya didalam desain perangkat keras konsep keselamatan telah diwujudkan, a.l. dengan ECCS(Emergency Core Cooling System), containment, sistim pendinginan dan reduksi tekanan containment, baik secara aktif maupun pasif. ECCS terdiri atas yang bertekanan tinggi dan bertekanan rendah, secara aktif maupun pasif.

Faktor keamanan untuk PLTN terapung juga sudah diantisipasi dari ancaman teroris. Kita kenal istilah Maximum Credible Accident(MCA) bagi penilaian keselamatan dan berikutnya untuk keamanan muncul Maximum Credible Threat(MCT) yang tertuang dalam Design Basic Threat).

Ancaman dasar desain, umumnya tidak dumumkan, hanya diketahui oleh kalangan terbatas. PLTN Terapung KLT-40S disamping menghasilkan listrik, juga memproduksi panas dan air bersih melalui proses DESALINASI.

Desalinasi adalah proses memperoleh air bersih dari pengurangan atau penghilangan garam dalam suatu larutan. Pada proses Desalinasi air laut, air bersih diperoleh dengan mengambil pengotornya. Jadi limbah proses desalinasi, yang merupakan larutan dengan konsentrasi unsur2 dan garam senyawanya yang lebih tinggi,

Setelah proyek KLT-40S ini tertunda beberapa tahun, maka pada tahun 2011 dimulai kembali dan lokasi tetap di-Severodvinsk. Nilai proyek sebesar USD208,84 juta menurut perhitungan thn 2006.

Jikalau dana ini tersedia, maka diharapkan PLTN Terapung ini beroperasi 5 tahun kemudian, kira2 tahun 2016. Dalam penerbitan IAEA-TECDOC-1536 thn 2007, Annex XIX yang ditulis pihak Federasi Rusia, menyatakan bahwa desain detail KLT-40S dan unit pembangkit Terapung telah selesai dan disetujui.

Ijin dari Ros-tech-nadzor(sebelumnya disebut Gos-atom-nadzor) Rusia untuk tapak dan pembangunan pembangkit listrik terapung di Severodvinsk telah diperoleh. Tepatnya, Ijin Lokasi di Severodvinsk, wilayah Arkhangelsk untuk penempatan PLTN Terapung KLT-40S, telah diberikan oleh Gas-atom-nadzor No.GN-01-101-914, tgl 28 Oktober 2002.

Adapun pembagian ruangan dari tongkang PLTN KLT-40S secara garis besar dapat dijelaskan sbb:

  1. Kompartemen Reaktor(Reactor Plant Compartment), dimana dalam ruangan ini terletak Reaktor Nuklir dan kompartemen penyimpanan bahan bakar bekas(Spent fuel storage facility);
  2. Kompartemen Turbin Generator(Turbine Generator Compartment);
  3. Kompartemen Mesin Listrik(Electrical Engineering Compartment). Dalam kompartemen inilah produksi akhir PLTN Terapung disiapkan(listrik dan uap panas untuk pemanasan dan air desalinasi);
  4. Kompartemen Peralatan Bantu (Auxilliary Equipment), dimana dalam ruangan ini terdapat Ruang Kendali Reaktor Nuklir dan Kendali Seluruh Peralatan PLTN Terapung;
  5. Kompartemen Tempat Tinggal(Living Section) yang terdiri dari Ruang Tempat Tinggal Para Awak Tongkang PLTN yang terdiri dari tempat tidur, tempat pertemuan, kamar makan, ruang olahraga dan rekreasi.

Setelah mengalami penundaan karena berbagai tantangan, maka PLTN Terapung KLT-40S bernama AKADEMIK LOMOSONOV diluncurkan pada bulan Agustus 2019 di-pelabuhan Murmanks, Murmansk (bahasa Rusia: ?????????) merupakan nama kota besar di bagian barat laut Rusia (Lingkaran Arktik utara) dengan pelabuhan laut di Teluk Kola, 12 km dari Laut Barents di pantai utara Semenanjung Kola, tidak jauh dari perbatasan Rusia dengan Norwegia dan Finlandia.

Sebelum diluncurkan, maka pada thn 2018, ada Forum Dialog Publik Regional ke-11 dengan pokok bahasan ?Kerjasama untuk Pembangunan Berkelanjutan Arktik?, Rosatom mengorganisir kunjungan ke Murmansk untuk melihat perkembangan pembangunan PLTN Terapung KLT-40S dan dihadiri oleh delegasi LSM Lingkungan Hidup Internasional, Bellona Foundation, dipimpin Direktur Pelaksananya Nils Bohmer.

Menurut BeritaSatu.Com. 5 Oktober 2018, dalam kunjungan tsb, Nils Bohmer mengatakan bahwa Rosatom telah menunjukan transparansi dalam pelaksanaan proyek PLTN Terapung atau Floating Nuclear Power Plant(FNPP).

Dikatakannya juga, bahwa mereka menghargai kesiapan Rosatom mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk mengunjungi FPU(Floating Power Unit) ini. Pada tanggal 23 Agustus 2019, Akademik Lomosonov berlayar dari pelabuhan Murmansk menyusuri pantai utara menuju pelabuhan Pevek, sebuah kota dari Distrik Federal Chukotka.

Jaraknya sekitar 5500 kilometer dan telah tiba pada bulan Desember 2019. Tongkang PLTN Terapung ini ditarik oleh kapal dengan kecepatan/daya layar sekitar 4-5 knots/7-9 Km per jam. PLTN Terapung akan memenuhi kebutuhan listrik diwilayah Pevek sekitar 100.000-200.000 penduduk.

Badan nuklir Rosenergoatom menyatakan, karena Akademik Lomonosov dapat bergerak, PLTN ini bisa meningkatkan pasokan ke daerah-daerah terpencil.Disisi lain, salah satu tujuannya adalah untuk memasok listrik kompleks pertambangan Chaun-Bilibin di Chukotka, termasuk pertambangan emas.

Akademik Lomonosov juga dijadwalkan memasok listrik untuk alat pengebor minyak lepas pantai Rusia di Kutub Utara.

Terlepas dari bahaya yang biasanya dikaitkan dengan energi nuklir, sebagian besar dari 4.500 penduduk kota pelabuhan terpencil Pevek, yang terletak di atas Lingkar Arktik di Chukotka, menyambut baik teknologi non-konvensional tersebut, menurut laporan New York Times.

Kalaupun ada yang merasa skeptis, mereka tak bisa menolak karena sistem itu kini telah meliputi seisi kota. Orang-orang mandi, memandikan anak-anak mereka, dan berencana untuk mengoperasikan pemandian uap setempat dengan energi panas yang dihasilkan oleh pembangkit nuklir terapung, yang dapat dilihat oleh beberapa warga dari jendela apartemen mereka.

Badan pengawas nuklir Rusia, Rosatom, melaporkan bahwa ada sejumlah langkah yang dilakukan demi menjamin keamanan penggunaan model pembangkit listrik tersebut.

Menurut Rosatom, pihaknya mengatur perbedaan tekanan antara air yang bersirkulasi melalui gedung-gedung dan cooling loop di atas kapal. Itulah cara demi mencegah kebocoran radiasi yang tak disengaja, pembangkit listrik dirancang supaya tahan terhadap benturan luar, seperti kecelakaan pesawat kecil, sementara sebuah lapisan struktur penahan dibangun di atas kapal guna menjaga pembangkit listrik tersebut tetap mengapung.

Sebaliknya, pembangkit listrik tenaga nuklir terapung di dekat Pevek mentransfer panas langsung dari reaktor di atas kapal ke rumah-rumah warga melalui sistem yang disebut water loop dan pertukaran panas yang menangkap air yang terkontaminasi dengan partikel radioaktif di dalam pembangkit listrik, tetapi mentransfer energi panas ke jaringan pipa di seluruh kota.

Menurut para ilmuwan yang diwawancarai New York Times, penggunaan jenis reaktor nuklir kecil untuk menyalurkan energi panas di daerah permukiman bermanfaat bagi lingkungan karena berpotensi mendekarbonisasi jaringan listrik dan dengan demikian mengurangi emisi karbon ke atmosfer.

PLTN Terapung ini sangat cocok dengan Indonesia sebagai Negara kepulauan.
Dari kumpulan pendapat beberapa ahli, R. Andika Putra Dwijayanto dalam tulisannya, merumuskan beberapa potensi keunggulan PLTN Terapung untuk wilayah Indonesia, yaitu:

Pertama, karena dipasang di atas kapal, kendala-kendala tentang pembebasan lahan dan sindrom NIMBY (Not In My Back Yard atau asal tidak di halaman belakang rumahku ) secara praktis tidak ada. Instalasi yang terpasang di darat hanya sambungan ke jaringan listrik saja.

Isu fault teknonik yang menjadi perhatian dalam pembangunan PLTN pun otomatis lenyap. Gempa tidak lagi menjadi isu yang bisa dieksploitasi kalangan anti-nuklir;
Kedua, PLTN terapung dapat menjangkau kawasan-kawasan kepulauan kecil dan wilayah yang sulit dijangkau melalui darat, seperti beberapa kawasan di Papua.
Karena PLTN terapung sudah dibangun dan terpasang di kapal sejak sebelum pemberangkatan, tidak ada pembangunan yang perlu dilakukan di kepulauan kecil dan wilayah yang sulit terjangkau tersebut, selain fasilitas sambungan jaringan listrik.

Jauh lebih memudahkan daripada harus membangun pembangkit di lokasi. Kebutuhan bahan bakar nuklir sedikit dan siklus operasinya panjang, sekitar 24-36 bulan.

Jadi, bahan bakar untuk 10-20 tahun operasi dapat dimuat di dalam kapal. Atau, untuk alasan keamanan, bahan bakar baru dikirim ke lokasi menjelang akhir siklus bahan bakarnya.

Sehingga, suplai bahan bakar sama sekali bukan masalah bagi PLTN terapung; Ketiga, PLTN terapung umumnya memiliki daya kecil, antara 35-120 MWe.

Daya itu cukup untuk daerah-daerah luar Jawa yang kebutuhan listriknya tidak sebanyak di Jawa.

Membangun PLTN darat dengan daya lebih dari 250 MWe jelas sebuah pemborosan yang tidak perlu, jadi PLTN terapung memiliki skala rentang daya lebih pas; Keempat lebih selamat dari tsunami.

Sifat gelombang tsunami adalah baru mulai meninggi ketika mencapai air dangkal, tapi di air yang lebih dalam nyaris tidak terasa. Karena panjang gelombang tsunami di permukaan laut dalam sangat panjang, amplitudonya jadi kecil.
Sehingga, PLTN terapung yang doknya berada di permukaan laut dalam tidak akan terpengaruh oleh gelombang tsunami. Eksistensi PLTN terapung pun berpotensi membantu peringatan dini tsunami. Sistem instrumentasi pendeteksi dini tsunami dapat dipasang di PLTN terapung.

Karena tidak ada masyarakat yang bisa begitu saja naik ke atas kapal pengangkut PLTN ini, Vandalisme dan pencurian terhadap komponen sistem peringatan dini tsunami bisa dikatakan tidak akan terjadi.

Namun, hal ini butuh konfirmasi dari pakar di bidangnya; Kelima, PLTN terapung dapat digunakan untuk desalinasi air laut. Hal ini penting untuk wilayah-wilayah yang sering kekurangan air bersih.

Selain membangkitkan listrik, panas buangan dari PLTN terapung bisa digunakan untuk desalinasi air laut, menghasilkan air bersih yang layak digunakan untuk keperluan sehari-hari masyarakat.

Ke depannya, selain desalinasi air laut, PLTN terapung berpotensi juga memproduksi bahan bakar sintetis. Jadi, PLTN terapung digunakan untuk hidrolisis air dan memisahkan CO2 dari air laut.

Hidrogen dan CO2 yang dihasilkan kemudian disintetis untuk menghasilkan bahan bakar mirip bensin untuk keperluan transportasi.

Keunggulan dari bahan bakar sintetis ini adalah netral emisi CO2 dan tidak ada kontaminasi pengotor; Keenam, level keselamatan tinggi.

Kontras dengan asumsi sebagian orang ketika pertama mendengar PLTN terapung, tingkat keselamatannya tidak berkurang, malah mungkin lebih baik. Setidaknya, dari segi termohidrolik.

Karena posisinya berada di atas permukaan laut, PLTN terapung memiliki akses pendingin yang secara praktis tidak terbatas.

Air laut menjadi heat sink alami bagi reaktor nuklirnya. Ketika misalnya terjadi overheating, pendinginan reaktor dapat dilakukan tanpa harus khawatir kekurangan suplai pendingin eksternal.

Menyadari akan manfaatnya PLTN Terapung untuk Indonesia sebagai Negara kepulauan/maritime sebagaimana digambarkan diatas, maka sudah saatnya Indonesia memanfaatkan teknologi ini.

Sebagai persiapan, perlu membuat aturan tentang keberadaan PLTN Terapung ini termasuk konsultasi dengan pihak Rusia dan IAEA. Indonesia tidak perlu ragu dengan PLTN Rusia, karena teknologinya sangat maju, sangat bersaing bahkan ada segi2 yang lebih maju dari yang dikuasai negara2 barat.

Juga referensinya, PLTN pertama yang beroperasi didunia adalah buatan Rusia,bulan Juni 1954 di Obninsk, 100Km dari Moskow.

Disisi lain, Indonesia juga jangan terlalu miring memihak pada teknologi barat seperti ternyata saat ini antara lain pembelian pesawat tempur , kapal selam untuk kepentingan militer, dengan mengabaikan(membatalkan?) kontrak pesawat tempur Sukhoi dengan Rusia.

Indonesia harus belajar dari pengalaman saat Orde Baru dimana ada komponen dari pesawat TNI-AU yang dibeli dari AS yaitu C130 tipe Hercules untuk TNI/AU diboikot oleh AS karena issue HAM.

Akibatnya kegiatan program TNI khususnya Angkatan Udara sangat terganggu. Akibat boikot tsb, beberapa pesawat dikandangkan karena tidak bisa terbang.

Kejadian ini harus menjadi pengalaman terbaik bagi Pemerintahan Jokowi agar pembelian pesawat terbang, kapal laut, kapal selam dan teknologi lain baik Sipil maupun Militer yang dibeli dari negara2 maju karena belum sanggup diproduksi di-Indonesia jangan tergantung pada satu Negara/blok tertentu, tapi harus ada keseimbangan.

Kebijakan ini juga sesuai dengan tuntutan politik luar negeri kita yang bebas aktif. Sejarah diatas harus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa kita, karena SEJARAH ADALAH GURU YANG TERBAIK.

Pepatah ini adalah sebuah filosofi Yunani yang terkenal ? Historia Vitae Magistra? yang artinya sejarah adalah guru yang terbaik dalam kehidupan.

Filosofi ini dijadikan pijakan bagi bangsa Eropa sampai sekarang, sehingga menjadikan bangsa Eropa menjadi bangsa yang besar. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: