Pilkada Di Tengah Pandemi: “Apakah Kita Sudah Berdemokrasi Sesuai Etika?”

Rakyat memiliki hak untuk menentukan pilihan mereka sendiri.

Coba kita perhatikan! Di setiap penyelenggaraan Pemilu, pastinya ada hal ataupun perilaku menyimpang yang dilakukan oleh tim sukses dari calon kandidat-kandidat yang mencalonkan diri.

Mereka bisa melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan simpati dan suara masyarakat, salah satunya dengan cara Praktik Politik Uang.

Politik uang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh calon kandidat untuk mendapatkan simpati dari masyarakat atau memperoleh dukungan berupa suara dari masyarakat.

Praktik ini dilakukan dengan cara memberikan “bantuan” berupa sejumlah uang, sembako, atau bahkan bahan material bangunan. Dan lebih parahnya lagi, hal-hal semacam ini merupakan hal yang sangat lumrah yang tentunya sangat bertentangan dengan asas pemilu yang berbunyi Langsung,Umum, Bebas, Rahasi, Jujur, dan Adil.

Saat ini masyarakat beranggapan bahwa calon kandidat yang tidak dapat memberikan politik uang mustahil untuk menjadi kandidat terpilih. Selain praktik politik uang, pemilihan ganda juga merupakan bentuk kecurangan dalam Pemilu.

Hal ini dikarenakan di dalam Daftar Pemilih Tetap terdapat nama yang ditulis lebih dari satu kali. Entah disebabkan oleh unsur ketidaksengajaan atau memang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu.

Kemudian, Para simpatisan yang menghina calon kandidat dari partai lain yang nantinya dapat menyebabkan bentrok antar kelompok pendukung. Hal-hal semacam ini memang sering terjadi saat pesta pemilu, hal tersebut dikarenakan sikap fanatik mereka terhadap calon kandidat yang mereka dukung.

Apakah Penyelenggaraan Pemilu selama ini sudah Sesuai dengan Etika?

Menurut Prof. Dr. Kees Bertens, Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Moralitas merupakan ciri khas manusia yang membedakan manusia dengan binatang. Artinya manusia dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Di dalam penyelenggaraan pemilu ataupun Pilkada, saya yakin bahwa orang-orang yang terlibat dalam pemilu/pilkada dapat membedakan mana yang benar dan salah.

Akan tetapi, dikarenakan oleh satu atau dua hal (misalnya ambisi untuk memenangkan pemilu/pilkada) mereka menutup mata dan tidak mempedulikan salah dan benar yang tentunya menentang etika.

Kebanyakan mereka memilih satu calon kandidat karena politik uang atau sogokan bukan berdasarkan hati nurani mereka. Hak mengikuti hati nurani merupakan Hak Individual yang dimiliki oleh setiap individu terhadap negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: