Pakar Forensik: Tuduhan Komnas HAM Soal Pelecehan Seksual Spekulatif dan Hanya Untungkan Putri

Reza Indragiri menyebut dugaan Komnas HAM itu tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum. Sebab, Indonesia tidak mengenal posthumous trial.

Jakarta, EDITOR.ID,- Laporan hasil investigasi kasus penembakan Brigadir J yang diumumkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) menyebut adanya pelecehan seksual di Magelang, Jawa Tengah terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Hasil investigasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan soal adanya pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Yoshua terhadap Putri Candrawathi ini mendapat sorotan banyak kalangan.

Salah satunya datang dari pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel. Reza mengkritik narasi pelecehan seksual yang dibangun. Bagian dari rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu dinilainya menuduh Brigadir J melecehkan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Bagi Reza, pernyataan Komnas HAM tersebut jelas menguntungkan Putri yang sekarang punya bahan untuk menarik simpati publik.

Selain itu, Ny Sambo juga bisa menjadikan rekomendasi Komnas HAM sebagai bahan membela diri di persidangan nanti.

“Termasuk bahkan membela diri dengan harapan bebas murni,” ujar Reza sebagaimana dilansir dari JPNN.com, Jumat (2/9/2022).

Hal itu disampaikan Reza merespons poin rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan yang mengklaim menemukan dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J terhadap Putri.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebut pelecehan itu terjadi di Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022, tak berselang lama setelah pergantian hari.

Anam mengatakan peristiwa itu terjadi justru pada saat tanggal ulang tahun pernikahan Ferdy Sambo dengan Putri. Namun, dia menyodorkan bukti.

Dari semua itu, Reza menilai publik bisa melihat bahwa dalam tragedi Duren Tiga Berdarah, pernyataan atau kesimpulan Komnas HAM punya implikasi merugikan sekaligus menyedihkan bagi mendiang Brigadir J.

“Namun menguntungkan PC,” ujar pria asal Indragiri Hulu, Riau itu.

Lebih lanjut Reza mengungkapkan dirinya sebetulnya punya kesamaan dengan Komnas HAM cq. Komnas Perempuan. Yakni, sama-sama berspekulasi.

“Bedanya, saya berspekulasi bahwa kejadian kekerasan seksual itu tidak ada. Sementara Komnas berspekulasi peristiwa itu ada,” tegasnya.

“Nah, dari situ saya pertanyakan manfaat Komnas melemparkan ke publik pernyataan atau simpulan bahwa kekerasan terhadap PC itu ada,” lanjutnya.

Reza Indragiri menyebut dugaan Komnas HAM itu tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum. Sebab, Indonesia tidak mengenal posthumous trial.

“Oleh karena itu, mendiang Brigadir Y tidak mungkin bisa membela diri atas tuduhan Komnas,” tutur pria penyandang gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne Australia itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: