Medsos Jadi Alat Propaganda Bangun Narasi Buruk dan Sebar Radikalisme, Ancam Kehidupan Bangsa

ilustrasi buzzer medsos

EDITOR.ID, Jakarta,- Kelompok penyebar ideologi radikal dan intoleran saat ini memanfaatkan media sosial untuk melakukan propaganda, membangun cerita bohong, fitnah dan mendegradasi negara. Bahkan tak jarang akun-akun di medsos dimobilisasi dam dikondisikan oleh kelompok tertentu untuk saling berdebat, saling caci maki, saling menyalahkan yang ujungnya mengharapkan adanya perpecahan.

Jika fenomena ini dibiarkan lambat-laun mereka akan menjadi benih perpecahan bangsa. Belakangan “perang” mereka melalui media sosial makin gencar. Mereka memanfaatkan kebebasan medsos untuk menjadi arena pertarungan ideologi dan paham tidak terkecuali paham keagamaan.

Hal tersebut tertuang dalam seminar kajian penanggulangan radikalisme dan terorisme untuk menjaga keutuhan NKRI yang dilaksanakan Jaringan Muslim Madani, Sabtu (19/2/2022).

Sehingga penyebaran paham dan ideologi radikal atau radikalisme agama melalui medsos yang bebas ini akhirnya masih menjadi ancaman serius dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

Radikalisme dapat menjadi embrio lahirnya ekstrimisme bahkan terorisme. Untuk itu dibutuhkan peran dan perhatian semua pihak dalam upaya menangkal ancaman tersebut ditengah tantangan era keterbukaan informasi saat ini.

Direktur Eksekutif JMM, Syukron Jamal mengungkapkan di era industri 4.0 yang ditandai dengan derasnya arus informasi ada fenomena baru yakni pergeseran penyebaran paham dan pemikiran pada dunia digital.

?Saat ini salah satu penyebaran ideologi yang massif adalah ideologi keagamaan yang bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri seperti radikalisme, ekstremisme dan bahkan terorisme yang begitu nyata telah masuk dalam sendi-sendi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara,” katanya.

Dia mengingatkan ideologi pemurnian keagamaan pendekatan radikal merupakan salah satu ancaman yang sangat serius bagi keberlangsungan suatu bangsa dan perlu disikapi secara bersama-sama oleh semua pihak.

Menurutnya santri merupakan garda terdepan dalam mengkampanyekan islam moderat untuk melawan gerakan paham intoleransi, radikalisem, ekstremisme dan terorisme di Indonesia. Santri harus bisa menangkal dan mencegah ideologi keagamaan yang mengajak kepada paham intoleransi, radikalisme, ekstremisme dan terorisme.

“Kalau dulu para ulama datang ke Indonesia mengislamkan masyarakat, tetapi sekarang mereka para pembaharu datang ke Indonesia malah mengkafirkan yang sudah islam,” ujarnya.

Sementara Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Muhammad Nafi mengungkapkan peran santri wanita sangat penting terutama dalam melahirkan generasi penerus bangsa dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

?Santri wanita sangat prioritas untuk diberikan wawasan kebangsaan, karena peran wanita sangat penting sebagai Ibu dalam melahirkan generasi terbaik,? jelasnya.

Kasubdit Kontra Naratif, Direktorat Pencegahan Densus 88 Polri, Mayndra Eka Wardhana saat ini jaringan teroris sudah terbuka dan tidak tertutup seperti dahulu dalam merekrut anggotanya.

?Saat ini sejak Parawijayanto memimpin JI, perekrutan kader teroris secara terbuka dan berbanding terbalik saat JI dipimpin oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba?asyir, yang secara diam-diam,? jelasnya.

Mayndra juga mengingatkan gerakan paham radikal sudah massif dan marak di berbagai kampus di Indonesia. Mereka sejak 2010 menggunakan media sosial seperti FB, Twitter, Instagram dan Tiktok.

Senada dengan Mayndra, Mantan napi teroris Hendi Suhartono mengungkapkan media sosial sangat berpengaruh dalam perekrutan orang menjadi teroris dan ini sudah dipergunakan dengan baik oleh kelompok teroris.

“Bahkan mereka belajar tidak bertemu dengan para mentornya tetapi mereka belajar dari video-video yang tersebar di media sosial. Kita sekarang harus sangat waspada dengan percepatan informasi maka kita harus mengantisipasi dengan membuat batasan-batasan dalam memakai media,” terang Hendi.

Dia pun mengingatkan agar pemerintah serius melakukan program deradikalisasi agar para mantan napiter tidak kembali ke kehidupan sebelumnya. ?Program deradikalisasi sangat perlu digalakkan kembali dan sangat bermanfaat. Di sana para mantan napiter diberikan belajar berbagai ilmu kehidupan yang baru,? pungkasnya. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: