Ketua PWI Jateng: Tantangan Yang Dihadapi Media Siber Munculnya Ideologi Baru Dalam Jurnalistik

Sementara itu, Rouli Manalu memberikan perspektif yang berbeda. Dia menyebut tantangan industri media tidak hanya di Indonesia saja, namun dunia industri pers secara universal. Tantangan media dimulai dari pandemi Covid-19, digitalisasi yang memunculkan pertarungan antara platforms dan publisher dan polarisasi politik dan sosial dimana di dalamnya terjadi misinformasi, disinformasi dan malinformasi.

?Pertarungan ini mempengaruhi pengaruh iklan. Iklan digital sekarang sudah tak ditangan publishers, tapi menjadi milik platforms. Ini yang mendikte media dalam berpraktik. Tantangan selain polarisasi adalah kebijakan regulasi, dan generational change,? bebernya.

Dia memaparkan, hasil penelitian Tow Center of Journalism (Columbia Journalisme School) yang dituangkan dalam buku The Platform Press How Silicon Valley Reengineered Journalisme. Dalam penelitian itu menyebutkan jurnalistik berada di gelombang ketiga dengan ditandai perpindahan informasi dari komputer desktop ke layar kecil smartphone, lalu ekosistem yang didominasi oleh sejumlah kecil perusahaan platform yang mempengaruhi luar biasa. Saat ini, kata Rouli, pembaca mengonsumsi media bukan dari perushaan media tapi platform digital (termasuk media sosial), serta tech companies menguasai 80 persen ads.

?Ekosistem informasi sekarang mendelegasikan ke media sosial. Perusahaan media sekarang seperti membangun rumah di kapling orang lain. Kenapa? Semua bergantung pada platform. Editorial dan trending topic tergantung ke sana. Kita tak tahu siapa pembaca, kita hanya mendapatkan laporan dari Google Analytics. Virality merupakan hal yang utama, padahal itu bukanlah informasi yang sesuai dengan metode jurnalistik,? katanya.

Di bagian lain, Eko Prasetyo mengatakan bahwa internet saat ini menjadi kebutuhan utama. Internet telah menjadi gaya baru dalam berkomunikasi yang dimanfaatkan untuk juali beli, mencari lokasi, bertransaksi, melakukan personal branding, dan lain-lain.

? Prinsipnya sekarang berada di era digital yang serba gadget dan internet yang dapat diakses oleh siapa saja, kapanpun, dimanapun, dan tanpa batas dan filter,? ujarnya.
Koordinasi Dengan Kominfo

Dikatakan dia, untuk memagari banjirnya informasi yang menyesatkan, pihaknya berkoordinasi dengan Kemenkominfo. Namun yang perlu diketahui, terkait konten negatif melalui internet adalah mengenali kabar yang ada di sekitar, apakah masuk disinformasi, misinformasi atau malinformasi.

Eko lalu membagi kiat bagaimana mengenali hoaks. Diantaranya periksa alamat url atau website apakah kredibel atau tidak, periksa halaman website, periksa apakah ada kalimat yang menyuruh pembaca membagikan konten tersebut, lakukan cross check di Google berita spesifik yang ingin dicek serta cek kebenaran gambarnya di Google.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: