Reputasi Indonesia Menjaga harta yang memiliki nilai sejarah
Saat kabar pemulangan harta karun setelah naskah kuno Negarakertagama diumumkan — banyak pihak merasa “berhak” dan ingin menyimpannya. Persoalannya apakah Indonesia mampu?
Karena yang diketahui Indonesia punya
reputasi buruk dalam menjaga benda-benda bersejarah semacam ini.
Di Indonesia pernah terjadi pencurian benda benda bersejarah — sejatinya benda-benda bersejarah keberadaannya harus di tempat paling yang paling aman, Museum pun belum bisa dikatakan aman bila dedikasi pegawainya taj memiliki tanggungjawab
Sebagai Museum dengan pengamanan terbaik di republik ini — Museum Nasional di Jakarta, bukan sekali dua kemalingan. Tercatat sudah berkali-kali terjadi.
Sekelumit pencurian benda-benda bersejarah terjadi di Indonesia
Cerita Kusni Kasdut, bekas pejuang kemerdekaan yang beraksi dan membunuh petugas museum ini pada 31 Mei 1961.
Kusni Kasdut mencuri 11 butir berlian dengan berpura-pura jadi polisi.
Pada tahun 1979 Museum Nasional di Jakarta kehilangan koleksi uang logam dan keramik penting senilai Rp 1,5 miliar.
Dan, Museum Nasional di Jakarta pernah juga ada pencurian sejumlah lukisan karya maestro perupa nasional seperti Basoeki Abdullah, Affandi dan Raden Saleh pada tahun 1996.
Beruntunglah sebagian karya-karya maestro ini masih bisa kembali setelah dilelang di Balai Lelang Christie di Singapura.
Paling fenomenal kehilangan benda-benda bersejarah di Museum — terungkapnya puluhan arca perunggu di Museum Radya Pustaka Solo — ternyata barang palsu.
Sebagian patung yang dipamerkan ternyata barang baru buatan para perajin dari Desa Bejijong, Trowulan, Jawa Timur. Lalu kemana yang asli?
Setelah diusut, rupanya para sindikat sudah merencanakan sejak waktu yang cukup lama dengan melibatkan banyak tangan, faktanya mereka adalah orang dalam museum itu sendiri.
Modusnya patung mereka buat tiruannya, kemudian mereka ganti, lalu dibikinkan surat keterangan palsu agar mereka leluasa keluar masuk di pasar lelang.
Di pengadilan, Kepala Museum Radya Pustaka Solo, K.R.H. Dharmodipuro terbukti bersalah pada 30 Juni 2008.
Dharmodipuro dijatuhkan hukuman satu setengah tahun penjara oleh PN Surakarta. Dan 2 pegawai museum lainnya dinyatakan bersalah.
Ada juga cerita hilangnya arca di kediaman Hasjim Djojohadikusumo, Jakarta Selatan.
Hasjim mengaku membeli archa secara legal dari seorang kolektor Belanda Hugo Kreijger.
Konon dokumen arca dipalsukan sebagai benda koleksi pribadi untuk memuluskan transaksi. Di pengadilan, Hashim sendiri diyatakan tak bersalah.