EDITOR.ID, Jember, – Ketua Tim Penggerak Pengembangan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Jember, Dra Hj Kasih Fajarini Siswanto, istri Bupati Jember, akan mendata ulang anak-anak yang dimasukkan dalam data Stunting. Hal ini didasari beberapa kali ia melihat di lapangan ada anak yang dimasukkan stunting tapi pada faktanya tidak
?Saya sendiri turun, saya cek sendiri di Silo, Jenggawah, dan Sumberbaru ternyata bukan stunting,” ungkap Kasih Fajarini.
Sejak suaminya menjadi Bupati Jember, sebagai istri ia menjadi Ketua TP PKK Kabupaten Jember. Bunda Kasih sapaan akrabnya tidak lantas diam saja di rumah, melainkan ia sering mengadakan kegiatan termasuk mengunjungi kecamatan-kecamatan.
Isteri Bupati Hendy inipun menghadiri kegiatan TP PKK yang mengadakan acara diskusi yang bertajuk “Implementasi Pendewasaan Usia Perkawinan dan Pencegahan Perkawinan Dini” yang diselenggarakan di Pendopo Kecamatan Kaliwates, Selasa (15/6/2021).
Diharapkan dengan adanya kegiatan itu tercipta rumah tangga yang sehat sehingga angka stunting bisa ditekan.
Di masa Pandemi ini Perkawinan Usia Dini Di Jember Meningkat, Ranking Pertama se-Jatim. Pemkab Jember membentuk Tim Sosialisasi Resiko Perkawinan Usia Dini. Sosialisasi ini dilakukan di setiap kecamatan.
?Ini memang bagian dari tupoksi kami untuk melakukan tugas sosialisasi,” ujar Didik Kurniawan, Ketua KUA Kecamatan Silo saat melakukan tugas sebagai pembicara di acara tersebut.
Menurut Didik, terkait keluarga berkualitas, pasangan pengantin siap secara fisik dan secara psikologis.
Perkawinan pada usia dini maka secara psikologis belum kuat. Hal itu yang menyebabkan perceraian usia muda juga banyak dan sering terjadi. Masalah lain perkawinan usia muda, dari kesehatan terkait reproduksi yang belum sempurna.
Itulah yang menyebabkan faktor kematian ibu dan bayi termasuk Jember paling tinggi se-Jatim. Dan hal itu menjadi penting untuk perhatian semua pihak. Itulah salah satu tupoksi KUA untuk mensosialisasikan kepada masyarakat.
Adakah faktor lain yang menyebabkan orang tua menikahkan anaknya dibawah umur? Menurut Didik, sebagaimana dilansir viralkata, problemnya hampir disemua daerah juga nyaris sama, yakni karena faktor budaya, namun juga terkait dengan faktor ekonomi, dan juga faktor pendidikan.
Misalnya pihak orang tua tidak menyekolahkan anaknya hingga jenjang pendidikan lanjutan sampa pendidikan tinggi. Mereka berfikir dari pada berat di biaya pendidikan, maka akhirnya menikahkan anak yang belum cukup umur. Maka terjadilah menikah dibawah umur atau usia dini.
Bahkan situasi pandemi seperti sekarang ini juga menjadi pendorong munculnya pernikahan dini.
Pada saat situasi sekarang ini banyak anak gadis yang punya aktvitas terbatas, banyak berdiam di rumah, banyak main HP, tidak banyak kegiatan, semua ini bisa
mendorong menikah usia dini.
?Terutama bagi masyarakat yang ada di pelosok atau daerah isolir akibat jarang bergaul dan bersosualisasi,” papar Didik.
Di bagian lain Camat Kaliwates, Bambang Saputro, SH, M.Si, mengapresiasi sekali kegiatan tersebut.
?Saya sebagai tuan rumah merasa senang dan bangga sebab diikuti oleh tujuh kecamatan,” tuturnya terharu. (Adv)