EDITOR.ID, Sukoharjo,- Seorang mantan pengikut jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang pernah menghuni penjara Mako Brimob dan penjara khusus napi mengungkapkan temuan mengejutkan. Ia membongkar praktek bahwa penjara di Indonesia menjadi penyebaran paham radikal yang dilakukan oleh narapidana terorisme.
Pria yang minta namanya jangan ditulis ini mengakui bahwa ketika di penjara, tempat itu justru menjadi tempat yang cocok untuk persemaian calon-calon “pengantin†dan aksi teroris.
Sebab, di dalam penjara, napi teroris justru mengajarkan pada pengikut yang masih awam tentang doktrin jihad, ajaran sesat radikal hingga diajari merakit bom.
“Hampir semua pimpinan kelompok atau pentolan jaringan teroris sangat mahir membuat dan merakit bom, mulai dari bom low eksplosif, high eksplosif berbahan dasar Natrium, hingga bom panci dan bom molotof, hampir semua napi yang pernah berhubungan dengan mereka diajarkan merakit bom dan kami dipaksa membaca buku-buku mereka tentang jihad,” papar pria ini dalam sebuah wawancara saat EDITOR menyambangi rumahnya di daerah Jawa Tengah.
“Bahkan kami dan sejumlah napi lainnya diajarkan bagaimana caranya membunuh aparat keamanan dengan berbagai cara dan alat, meski alat itu sesederhana apapun,” sambung pria yang namanya minta dirahasiakan demi keamanan.
Menurut Napi yang pernah mendekam di penjara hampir lebih dari lima tahun ini, di dalam penjara masih banyak napi yang tidak mau insaf. Ia tetap berpaham sangat radikal. “Nah, orang-orang ini atau pimpinan kelompok masih sering mendoktrin ajaran jihad dan radikal pada pengikut atau napi-napi yang awam,” tutur ayah satu putri ini.
Para narapidana terorisme ini melakukan ‘pengkaderan’ terhadap narapidana lain. “Mereka biasanya mendoktrin pengikut baru untuk memusuhi orang-orang yang berhubungan dengan pemerintah dan aparat keamanan, kami diajarkan untuk membenci aparat karena mereka oleh kelompok ini disebut Thogut,” kata mantan Napi Teroris yang kini insaf dan bekerja sebagai warga biasa.
Selain itu para napi teroris ini akan saling menguatkan ideologi untuk menjatuhkan lawan yang memenjarakan mereka.
“Betul, penjara jadi madrasatul (sekolah) jihad. Karena orang-orang yang tidak ekstrem menjadi ekstrem; yang ekstrem jadi lebih ekstrem. Karena di sana kami dikumpulkan kembali, teman-teman juga saling menguatkan,” ungkapnya.
Mantan santri salah satu Ponpes di Jombang ini menuturkan, dalam penjara juga terjadi intimidasi terhadap anggota teroris yang mulai insaf.