Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta mengatakan bahwa pendukung Arema FC yang turun ke lapangan melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan. Hal itulah yang menjadi alasan polisi menembakkan gas air mata.
“Karena gas air mata itu, mereka [massa] pergi ke luar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan. Dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen,” ujar Nico, mengutip Antara.
Gas Air Mata Sangat Berbahaya
Gas air mata sangat berbahaya jika digunakan di ruangan yang kurang terbuka. Karena efek yang ditimbulkan butuh waktu beberapa jam untuk hilang. Gas air mata yang biasa digunakan dibuat dari bahan kimia. Diantaranya chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR).
Chlorobenzylidenemalononitrile menjadi bentuk bahan kimia yang paling umum digunakan pada gas air mata. Siapa pun yang berada di sekitar area gas air mata ditembakkan bisa menghirupnya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap saluran napas.
“Gejalanya bisa berupa dada berat, batuk, tenggorokan tercekik, hingga sesak napas.
Pada kondisi tertentu, paparan gas air mata bisa memicu terjadinya kondisi gawat napas atau respiratory distress.
Kondisi bisa semakin parah jika paparan gas air mata mengenai orang dengan penyakit asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Terparah, paparan bisa menimbulkan serangan sesak napas akut yang berisiko memicu gagal napas.
“Selain di saluran napas, gas air mata juga bisa memicu rasa terbakar di mata, mulut, dan hidung,” ujar pengamat kesehatan Dr Yoga Aditama.
Ada juga dampak paparan gas air mata pada kulit. Yakni dengan mengiritasi atau menimbulkan semacam luka bakar.
Sebagian besar kasus paparan gas air mata umumnya berlangsung akut atau cepat. Artinya, seseorang akan langsung mengeluarkan gejala sesaat setelah terpapar gas air mata.
Namun, menurut Yoga, paparan gas air mata juga bisa menyebabkan dampak kronis atau berkepanjangan.
“Pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronis berkepanjangan,” ujar Yoga.
Kondisi di atas, menurut Yoga, bisa terjadi jika paparan berlangsung panjang atau dalam dosis tinggi. Paparan yang terjadi di ruangan tertutup juga bisa memberikan dampak kronis. (tim)