“Semua tingkatan ini saya sekali lagi saya bukan expert-nya saya hanya bisa mengutip para pakar menyampaikan yah CS atau gas air mata dalam tingkatannya tertinggipun tidak mematikan,” ujarnya.
Dedi mengungkapkan dari penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban, diketahui tidak ada korban yang meninggal akibat gas air mata. Kemarian para korban adalah karena kehabisan oksigen karena berdesak-desakan.
“Tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Karena apa? Terjadi berdesak-desakan, terinjak-injak, bertumpuk-bertumpukkan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak,” ujarnya.
Komnas HAM Sebut Penggunaan Gas Air Mata Penyebab Korban Tragedi Kanjuruhan
Mabes Polri juga tengah menyelidiki temuan Komnas HAM perihal penggunaan gas air mata kedaluwarsa dalam tragedi Kanjuruhan Malang.
“Komitmen Kapolri untuk usut tuntas kasus Kanjuruhan,†kata Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Nurul Azizah.
Kombes Nurul belum bisa membeberkan hasil temuan Komnas HAM terkait adanya dugaan penggunaan gas air mata ini. Sebab saat ini tim di lapangan masih terus bekerja mengusut tuntan kasus tragedi Kanjuruhan Malang tersebut.
Sebelumnya, muncul dugaan gas air mata kedaluwarsa yang digunakan dalam tragedi Arema pada Sabtu, 1 Oktober 2022 menjadi salah satu yang akan dicermati Komnas HAM.
Dugaan penggunaan gas air mata kedaluwarsa itu menjadi penyebab banyaknya korban atas tragedi tersebut. Sebab akibat dari gas kedaluwarsa itu diduga seseorang akan sulit bernapas, mual, muntah hingga iritasi kulit.
“Penyebab banyaknya kematian itu penting. Kalau melihat dinamikanya, memang gas air mata lah yang menjadi pemicu utama korban berjatuhan,†kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam beberapa hari lalu soal gas air mata kedaluwarsa di tragedi Kanjuruhan Malang. (tim)