Interaksi Manusia dan Tuhan Dalam Adat Kepercayaan Marapu Sumba

Selama Wulla Poddhu, penganut Marapu wajib berpuasa dengan tidak memakan daging babi dan anjing. Selama berpuasa mereka hanya boleh memakan sayur dan daging ayam serta nasi selama sebulan penuh.

Sedangkan upacara Pasola adalah upacara adat untuk perdamaian. Upacara ini diwujudkan dalam bentuk perang adat. Saat upacara Pasola digelar, masing-masing suku akan berperang menggunakan kuda dan lembing kayu. Mereka saling berhadapan untuk saling menyerang dengan melempar lembing.

Meski terlihat menyeramkan, namun upacara Pasola ini justru menjadi momen perekat hubungan persaudaraan masyarakat Marapu. Ritual ini biasanya dilaksanakan saat awal musim tanam tiba.

Ketika di tanya mengenai bagaimana para tetua adat menjaga eksistensi dan kelestarian adat Marapu, mereka menjelaskan bahwa kepercayaan Marapu tidak memiliki huruf, oleh karenanya seluruh ajaran dan sistem keyakinan disampaikan melalui tutur (verbal) secara turun temurun.

Menurut Bapa Rato, ada beberapa kecerdasan lokal (local genius) yang dimiliki oleh komunitas adat Marapu yang selama ini disampikan secara turun temurun melalui cerita tutur, misalnya pengetahuan arsitektur rumah, pengetahuan sistem pertanian, pentehuan tentang cuaca (klimatologi), ilmu tanaman (botani) dan sebagainya.

“Sebenarnya jika pendidikan di sekolah menghendaki kami bisa menyediakan para tetua adat yang menguasai bidang keilmuan tersebut untuk mengajarkan ilmu-ilmu tersebut kepada para siswa” demikian penjelasan Bapa Rato kepada kami.

Sayangnya lembaga pendidikan formal yang ada belum mengakomodir niat baik tetua adat tersebut. Padahal menurut Undang-Undang no 5 tahun 2017 tentang pemajauan budaya, sebenarnya hal ini sangat dimungkinkan.

Setelah menerima penjelasan tentang sistem kepercayaan, pandangan kosmologi dan ritual adat Marapu, kami diperkenankan masuk ke dalam rumah adat. Bagi masyarakat Marapu rumah sekedar tempat bertenduh dan berkumpul keluarga, tetapi juga memiliki makna filosofis tentang siklus kehidupan dan relasi dengan alam. Hal ini terlihat dari pembagian dan fungsi ruang, posisi tiang dan bentuk bangunan yang kesemuanya mengandung makna.

Setelah melihat isi rumah, kami dan rombongan melihat batu pemakaman yang ada di pelataran di depan rumah adat. Semua kami mengira batu-batu yang mirip bilik-bilik kecil itu adalah sumur atau lumbung. Tapi ternyata batu itu adalah makam tempat menyimpan mayat orang yang sudah meninggal.

Batu itu ditutup dengan benatu besar berukuran sekitar 2M x 2M dengan tebal sekitar 10 sd 15 cm, dan berat ratusan kilo gram. Ada belasan batu makam di sekitar rumah adat Marapu di kampung tarung. Untuk membuka batu penutup diperlukan puluhan orang, dan membuka pintu batu makam merupakan bagian dari ritual pemakaman yang banyak menarik perhatian publik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: