EDITOR.ID, Jakarta,- Nama Gus Baha tiba-tiba menyeruak menjadi sosok kiai muda paling diidolakan kaum Nahdliyin untuk memimpin Nahdlatul Ulama (NU). Ketenarannya di kalangan nahdliyin dalam sebuah survei yang dilakukan Indostrategic sudah sejajar dengan Ketum PBNU dua periode Prof KH Said Aqiel Sirodj.
Kepopuleran Gus Baha tak lepas dari seringnya ia berdakwah dan tampil di media sosial, baik youtube maupun facebook. Lantas siapakah sebenarnya sosok kiai muda kharismatik ini?
Gus Baha mempunyai nama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim. Gus Baha lahir pada 29 September 1970 di Narukan, Krangan, Rembang, Jawa Tengah.
Gus Baha masih memiliki darah keturunan darah biru atau raja dan ulama Jawa. Murid dari Ulama Kharismatik Mbah Maimun Zubair ini merupakan putra dari pasangan ulama ahli al-Quran, KH Nursalim al-Hafizh dan Hj Yuchanidz Nursalim.
Ayahnya Gus Baha sendiri merupakan seorang ulama pakar Al-Quran dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang berasal dari Rembang, Jawa Tengah.
Dari pihak ayah, Gus Baha adalah generasi keempat ulama ahli al-Quran. Sementara dari garis keturunan sang ibu, Gus Baha adalah bagian dari keluarga besar ulama Lasem, Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu.
Ahli Al Qur’an
Gus Baha dikenal sebagai salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang al-Quran. Bahkan sejak kecil dirinya sudah dipandu untuk menghafal al-Quran di bawah bimbingan langsung ayahandanya.
Di masa remaja, dia belajar ilmu agama lebih dalam kepada Syaikhina KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) di Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Rembang. Di Pesantren, Gus Baha dekat dengan para kiai. Ia tampak menonjol dan kerap jadi santri teladan.
Kepiawaiannya Ahli Al-Quran membawanya menjabat sebagai Ketua Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Dirinya berada satu tim dengan para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur’an dari seluruh Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Shihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain.
Bahkan Quraisy Shihab mengatakan bahwa kedudukan Gus Baha di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai mufassir, juga sebagai mufassir faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam al-Qur’an.
Perjalanan Mengajar
Pasca menikah pada 2003, Gus Baha dan istrinya mengawali perjalanannya di Yogyakarta. Lima orang santri alumni Pesantren Al-Anwar menyusulnya ke Yogyakarta agar tetap bisa mengaji dengannya.
Selain aktif menggelar pengajian di beberapa tempat, Gus Baha juga mengasuh Pondok Pesantren Tahfidul Qur’an LP3IA dan sejak 2006 mengasuh pengajian tafsir Al-Quran di Bojonegoro, Jawa Timur. (tim)