EDITOR.ID, Jakarta,- Dimanapun dipercaya mengabdi kepada negara, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selalu membuat heboh dan kejutan. Kali ini dia membuat geger karena membongkar dugaan kasus korupsi besar di tubuh BUMN Pertamina, yakni dalam hal jual beli gas cair atau LNG.
Ahok yang dipercaya Menteri BUMN atas nama pemerintah sebagai Komisaris Utama PT Pertamina, mulai membuka borok-borok BUMN ini. Ahok langsung mengirimkan laporan tertulis kepada Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan Kementerian BUMN.
Ahok Bongkar Kontrak LNG Mencurigakan Pertamina
Kasus tersebut bermula saat Ahok mencium ada dua kontrak jual beli LNG yang ia duga bermasalah. Salah satunya merupakan perjanjian dengan dengan Anadarko Petroleum Corporation pada Februari 2019.
Dalam perjanjian tersebut, Pertamina akan membeli LNG dari Mozambik LNG1 Company Pte Ltd yang merupakan entitas penjualan bersama milik Mozambik Area 1 co-venturer.
Perjanjian tersebut berlaku untuk 1 juta ton LNG per tahun (MTPA) dengan jangka waktu 20 tahun dan rencana pemasokan mulai 2024 mendatang. Kontrak ini diendus Ahok ada yang tidak beres.
Ahok mencium adanya Indikasi Fraud dan Penyalahgunaan Kewenangan dalam Kebijakan Pengelolaan LNG Portofolio di PT Pertamina (Persero). Ia meminta agar masalah jual beli LNG untuk diaudit. Dugaan itu disampaikan Ahok pada awal tahun 2021.
Meski terlambat, pengungkapan kasus korupsi oleh Ahok ini baru dikerjakan Kejaksaan Agung (Kejagung) belakangan. Dan kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengusut temuan Ahok. Sehingga dua lembaga penegak hukum ini seolah berebutan kasusnya.
Kejaksaan Mulai Usut Maret 2021
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI baru mulai melakukan penyelidikan mulai 22 Maret 2021. Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak pada Senin (4/10/2021), menyatakan pihaknya telah menyelidiki kasus tersebut sejak 22 Maret 2021.
“Kami sampaikan bahwa Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah melakukan kegiatan penyelidikan sejak tanggal 22 Maret 2021 atas Dugaan Indikasi Fraud dan Penyalahgunaan Kewenangan dalam Kebijakan Pengelolaan LNG Portofolio di PT Pertamina (Persero),” ujar dia dalam keterangannya.
Namun, saat ini Penyelidikan ini disebut telah selesai dilakukan oleh tim penyelidik. Kemudian akan dinaikkan pada tahap penyidikan.
“Saat ini tim penyelidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah selesai melakukan penyelidikan untuk selanjutnya dinaikkan ke tahap penyidikan,” tuturnya.
Dugaan perkaranya yakni terkait dengan indikasi korupsi dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di Pertamina.
Leonard mengatakan penyelidikan tersebut sudah tuntas dan siap naik ke tahap penyidikan.
Namun, setelah mengetahui bahwa KPK juga tengah mengusut kasus serupa, Kejagung memutuskan untuk menyerahkannya agar tidak tumpang tindih.
“Oleh karena itu, untuk tidak terjadinya tumpang-tindih penanganan perkara, Kejaksaan Agung RI mempersilakan dan tidak keberatan untuk selanjutnya KPK dapat melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi dimaksud,” katanya.
KPK Akan Ambil Alih Kasus LNG
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan pihaknya memang tengah menyelidiki kasus tersebut namun Kejaksaan RI juga melakukan hal serupa.
Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019, KPK mempunyai tugas pokok melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam melaksanakan tindak pidana korupsi.
Sehingga, ia menyambut baik niat Kejaksaan RI untuk menyerahkan pengusutan kasus tersebut kepada lembaga antirasuah tersebut.
?KPK menyambut baik kebijakan Jaksa Agung RI bahwa perkara tersebut ditangani KPK,? kata Firli kepada wartawan, Selasa (5/10/2021).
Selanjutnya, jelas Firli, Plt Deputi Korsup dan Deputi Penindakan KPK akan menindaklanjuti kasus tersebut.
Firli menuturkan bahwa Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK kini juga telah berkomunikasi dengan Jampidsus.
Soal LNG Dirut Pertamina Buka Suara di DPR
Pada Februari 2021, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI mengatakan bahwa perseroan mengkaji ulang rencana pembelian LNG dari Mozambique LNG1 Company Pte Ltd sebesar 1 juta ton LNG per tahun (MTPA) atau sekitar 17 kargo per tahun mulai akhir 2024 atau awal 2025 selama periode 20 tahun. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan permintaan gas, khususnya sejak pandemi Covid-19 melanda.
Namun demikian, Nicke dalam RDP Komisi VII DPR RI, Selasa (09/02/2021), mengatakan bahwa tidak ada gugatan pada penjualan LNG dari Mozambik. Sebab, kontrak ini baru akan berjalan efektif pada 2025.
“Ini barangnya belum ada,” tegasnya.
Dia mengatakan Pertamina mengkaji kembali permintaan ke depan agar nantinya tidak terjadi dampak pada korporasi. Pengiriman LNG ini belum dimulai karena rencana pengirimannya tahun 2025. Pertamina akan melihat supply and demand kedepannya.
Menurut Nicke, sebelum akhirnya perseroan memutuskan membeli LNG dari Mozambik, perseroan telah melakukan penjajakan dengan beberapa pemasok LNG global seperti Petronas, Qatar Gas, BP, dan Total. Namun setelah evaluasi, perseroan memutuskan membeli dari Mozambik.
Nicke menjelaskan sejumlah pertimbangan mengapa perseroan memutuskan membeli LNG Mozambik pada dua tahun lalu itu. Pertimbangan pertama menurutnya yaitu dari sisi harga. Dia menyebut, harga LNG dalam kontrak ini kompetitif untuk jangka panjang.
Pertimbangan kedua adalah fleksibilitas, baik dalam periode pengiriman maupun volume. Lalu, pertimbangan ketiga yaitu dari sisi keamanan pasokan. Menurutnya, banyak sumber LNG di Mozambik, sehingga bisa ada jaminan pasokan untuk jangka panjang. Dia mengatakan, potensi cadangan gas di Mozambique LNG Area 1 ini mencapai 75 triliun kaki kubik (TCF).
Pertimbangan terakhir adalah adanya peluang kerjasama bisnis di antara kedua belah pihak, seperti jasa perawatan, investasi kapal, hingga kerja sama di bidang hulu migas. (tim)