Mohammad Nuruzzaman (Foto: dok.FB @noeruzzaman)
EDITOR.ID, Jakarta,- Wakil Sekjen (Wasekjen) DPP Gerindra Mohammad Nuruzzaman secara mengejutkan mundur sebagai kader partai besutan Prabowo Subianto. Surat pengunduran diri dibuat secara terbuka dan disampaikan kepada Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Surat tersebut tersebar di media sosial, Twitter dan WhatsApp.
Petinggi PP Gerakan Pemuda Ansor NU ini secara tegas dan blak-blakan mengungkapkan alasan mendasar yang membuatnya mundur dari kepengurusan partai berlambang kepala burung Garuda tersebut.
Pertama Nuruzzaman mengaku kecewa dan geram dengan cuitan Waketum Gerindra Fadli Zon di Twitter yang menyinggung kehadiran KH. Yahya Cholil Staquf di Israel. Bahkan Fadli Zon memelintir kunjungan kiainya dengan istana dan tagar #2019GantiPresiden.
“Hari ini, saya marah. Kemarahan saya memuncak karena hinaan saudara Fadli Zon kepada kiai saya, KH Yahya Cholil Staquf terkait acara di Israel yang dibelokkan menjadi hal politis terkait isu ganti Presiden. Saya menyatakan mundur dari Gerindra,†katanya ketika dikonfirmasi Selasa (12/6/2018).
Sebagai santri, Nuruzzaman merasa tersakiti atas sikap Fadli yang sudah menghina Sekjen PBNU KH. Yahya Colil Staquf terkait kunjungan ke Israel.
“Sebagai kader Gerindra saya hari ini mundur. Dan saya pastikan, saya akan berjuang melawan Gerindra sampai kapan pun. Fadli Zon sudah menghina kiai kami,†katanya.
Kedua, ia melihat makin kesini Partai Gerindra telah keluar dari visinya sebagai partai yang menjaga toleransi umat beragama. Gerindra dituduh Mohammad Nuruzzaman telah memainkan isu SARA saat pilkada DKI Jakarta. Nuruzzaman juga menuding Gerindra menggunakan isu agama demi berorientasi pada perebutan kekuasaan. Cara-cara Gerindra ini membuat Nuruzzaman memilih angkat kaki dari partai berlambang kepala burung garuda itu.
“Ya, saya akan melayangkan surat kepada Prabowo. Saya mundur dari jabatan Wasekjend DPP Gerindra. Gerindra semakin liar ikut menari pada isu SARA di kampanye Pilkada DKI, dan orientasinya hanya perebutan kekuasaan para elitnya saja,” ujar santri NU ini.
Dirinya merasa berat untuk terus melangkah berjuang di tubuh partai karena kepengurusannya hanya berorientasi kepentingan para elit Gerindra dengan cara terus menerus menyerang pemerintah tanpa disertai data yang akurat.
Selama menjadi kader Partai Gerindra, santri NU ini sempat mengagumi sosok Prabowo karena jiwa patriotiknya. Akan tetapi, berjalannya waktu, dia menyebutkan arah partainya semakin tak jelas menjadi sebuah kendaraan kepentingan yang sama sekali tidak berkarakter pada kepedulian dan keberanian.
Dia mengatakan, partai Gerindra itu berubah menjadi mesin rapuh yang hanya mengejar kepentingan Prabowo dan elit Gerindra lainnya. Kekecewaan atas partainya semakin memuncak karena Gerindra bermanuver dengan isu politik SARA dan menjadi corong kebencian yang mengamplifikasi kepentingan perebutan kekuasaan.
“Isu SARA yang dihembuskan (Gerindra) sudah melampaui batas. Sehingga membuat Jakarta sebagai kota paling intoleran. Manuver isu SARA elit Gerindra berdampak ibu kota semakin tidak toleran. Semua elitnya haus kekuasaan duniawi saja, tanpa mau lagi peduli pada rakyat,” tandas Komandan Densus 99 Banser NU ini.
Sebagai santri, tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) ini punya pandangan politik adalah media berjuang atas kepedulian kepada warga, bukan untuk kepentingan elit partai. Bahkan, dirinya mengancam akan terus melawan Gerindra karena sudah bermanuver dengan cara-cara menebar isu SARA dan kebencian.
“Demi kekuasan, partai ini terus memfitnah dan menyebar isu SARA. Saya akan terus melawan Gerindra dan elit busuknya sampai kapan pun,” pungkas Mohammad Nuruzzaman.
Dirinya mengaku, keinginan mundur dari partai besutan Prabowo Subianto itu sudah sejak akhir 2017 lalu, karena keterlibatan Gerindra menyebar isu SARA demi kepentingan politik pada Pilgub DKI Jakarta lalu. “Saya dari dulu ingin mundur dari Gerindra. Sekarang waktu yang tepat,†pungkasnya. (tim)