EDITOR.ID, Jakarta,- Bersiap-siaplah. Nantinya semua warga negara Indonesia baik itu kaya atau miskin akan menjadi wajib pajak. Artinya warga punya kewajiban melaporkan pajak. Karena nomor pokok wajib pajak (NPWP) dipastikan nantinya akan dihapus.
Sebagai gantinya nomor induk kependudukan (NIK) dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), nantinya akan menggantikan NPWP.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh mengatakan NIK akan menjadi satu-satunya nomor unik yang dimiliki warga negara sebagai identitasnya, termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk diganti dengan NIK seiring dengan pembangunan era satu data di Indonesia sudah dimulai sejak 2013 lalu.
?Ke depan, optimalisasi NIK akan semakin intensif dimana Ditjen Pajak sudah sepakat dengan Kemendagri bahwa nantinya NPWP akan dihapus untuk sepenuhnya diganti dengan NIK,? katanya dalam siaran persnya, Selasa (5/10/2021).
Sebelumnya Zudan mengungkapkan ke depan NIK memang akan menjadi satu-satunya nomor.
Semua penduduk akan langsung mendapatkan status wajib pajak.
Namun begitu dia mengatakan bahwa hal ini akan dilakukan secara bertahap.
?Nah ini bertahap seperti itu. Sehingga semua penduduk itu nanti langsung bisa mendapatkan status sebagai wajib pajak semuanya. Tapi tentunya kan tidak semua langsung membayar pajak karena kan ada kategorinya dan ketentuannya,? tuturnya.
Zudan menjelaskan ketentuan ini sedang disiapkan di dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Dimana hal ini diawali dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No.83/2021 yang mensyaratkan NIK dalam mengakses pelayanan publik.
?Nah sekarang diawali dari Perpres ini. Perpres untuk menjaga agar semua layanan publik kita berbasis NIK. Jadi sudah diawal Perpres 69/2019 kemudian ditegaskan kembali dalam Perpres 83/2021,? tuturnya.
Zudan menjelaskan, optimalisasi NIK sebagai basis integrasi data juga telah merambah ke sektor-sektor lainnya, mulai dari provider jaringan layanan telekomunikasi, asuransi, perbankan, pertanahan, kesehatan, penegakan hukum dan pencegahan kriminal, hingga pembangunan demokrasi. Bahkan, data daftar pencarian orang (DPO) sudah terintegrasi dengan data kependudukan.
?Data DPO juga sudah terintegrasi dengan data kependudukan Dukcapil karena Polri rutin menggunakan hak akses data kependudukan melalui face recognition dan pencocokan biometrik untuk menangkap berbagai pelaku kejahatan seperti terorisme,? ujarya.
Zudan memaparkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Kemendagri berperan sebagai integrator data. Pada 2013, Kemendagri telah melakukan kerja sama pemanfaatan hak akses verifikasi data kependudukan dengan 10 lembaga pengguna. Sejak saat itu, jumlah lembaga pengguna hak akses verifikasi data Dukcapil terus meningkat pesat. Pada 2017, jumlah pengguna hak akses verifikasi data kependudukan Dukcapil meningkat menjadi 716 lembaga.
Hingga per September 2021 sudah ada 3.904 lembaga yang menjadi pengguna hak akses verifikasi data kependudukan, baik lembaga pusat maupun daerah. Sejumlah kementerian/lembaga mulai mencocokkan datanya dengan Dukcapil sehingga perencanaan/pembangunan hingga pelayanan publik menjadi lebih tepat sasaran.
?Integrasi data penerima bansos, misalnya, pemerintah melalui Kementerian Sosial melakukan pencocokan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dengan NIK yang diampu Dukcapil. Bila ditemukan ada data yang tidak cocok NIK-nya, maka data tersebut dikeluarkan dari DTKS,? kata Zudan. (tim)